Jumat, 07 Oktober 2016

*Taqwa Yang Sampai*

Oleh: Humamuddin


"Daging-daging unta dan darahnya sekali-kali tak akan sampai pada Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapai-Nya..." [QS. Alhajj: 37]

Hari Nahr, inilah hari yang Allah jadikan makan, minum, dan berbahagia di dalamnya berpahala dan disyariatkan. Hari ini tiada laku baik yang lebih Allah sukai daripada mengalirkan darah hewan kurban. Dan tiap helai rambutnya bernilai kebaikan, ianya menghapus dosa sebanyak jumlahnya. Maka sejatinya saat kita menyembelih kurban, kita mencoba menghilangkan sifat kebinatangan pada diri kita. Sifat hayawaniyyah atau bahimiyyah seperti egois, rakus, menghalalkan segala cara, dan bakhil lah yang coba kita pupus.

Pula, kita berharap keikhlasan dalam berkurban lah yang diterima oleh Allah. Adapun daging dan darah hewan kurban, tiada lain hanyalah perwujudan ketaatan kita pada-Nya, sekaligus bentuk kepedulian terhadap sesama. Maka baiklah kiranya kita belajar dari Keluarga Bahagia (KB) ala Nabi Ibrahim alaihissalam. Ibrahim yang bersiteguh dalam prinsip nan kritis, Ismail yang berjiwa jernih serta berpikiran matang, dan Hajar yang utuh keyakinannya lagi kuat ikhtiarnya. Walaupun kita tahu pula, ada Saroh yang sangat penyabar, lagi Ishaq yang juga santun. Tak heran kemudian jika Allah memuji keluarga ini, "Sungguh, telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengannya.." [QS. Al-Mumtahanah: 4].

Ibrahim terkenal bersiteguh dalam prinsipnya lagi bijak. Ketika mudanya ia begitu kritis dan berani. Ia suarakan kebenaran walaupun nyawa lah taruhannya. Ia sadarkan kaumnya dari penyembahan berhala menuju penyembahan pada Allah yang satu. Ia ketuk nurani terdalam mereka. Dan kala tuanya, ia juga tetap bersiteguh dengan kebenaran. Ia sampaikan perintah menyembelih putra semata wayangnya dengan penuh mesra. Ia panggil Ismail dengan panggilan kesayangan, 'Ya bunayya', 'Wahai putraku tersayang'. Pula dengan mengedepankan dialog yang hangat, jauh dari ucapan pemaksaan.

Ismail putra yang sangat lembut hatinya lagi sangat berbakti. Ia tak ingin menyulitkan ayahandanya dengan keputusan yang sulit. Maka di usianya yang muda, ia telah matang cara pikirnya. Ia katakan, "Wahai ayahanda, kalau memang itu wahyu, maka kerjakanlah, Insya Allah kau akan dapati diriku termasuk orang yang sabar." Lihatlah, Ismail adalah pribadi yang jernih jiwanya, ia sudah menyadari bahwa keistiqomahan dalam kebaikan semata-mata adalah karena pertolongan Allah. Maka ia katakan, 'Insya Allah'. Kisah tentang ini semua terangkum indah dalam QS. Ash-Shaffat ayat 101 hingga 107.

Adapun Hajar sosok istri yang keyakinannya pada Allah utuh lagi sangat taat pada suami. Tatkala Ibrahim mendapatkan wahyu, yang mengharuskannya meninggalkan istrinya, Hajar, beserta anaknya, Ismail, di sebuah lembah yang tandus, yang bahkan air tidak ada, apalagi pepohonan, tetanaman, atau tetumbuhan. Hajar tiada keberatan. Memang mulanya, ia sempat bertanya pada Ibrahim, "Mengapa kau tega meninggalkan kami di tempat seperti ini?" Kala itu Ibrahim diam membisu karena bingung. Tapi dengan cekatan, Hajar kembali bertanya, "Apakah ini perintah Allah? Kalau memang ini perintah-Nya. Dia tentu tiada akan menyia-nyiakan kami." Ibrahim hanya mampu mengangguk pelan sambil menuntun kudanya meninggalkan mereka berdua.

Keyakinan Hajar sangat utuh. Tapi tetap saja ia khawatir akan kondisi bayinya, Ismail, yang tengah kehausan. Maka berlarilah ia ke Shafa dan Marwa, tujuh kali ia berputar-putar, hingga ketika tenaganya telah terkuras habis. Tiba-tiba Allah berikan pertolongan-Nya. lewat jejakan kaki kecil Ismail, keluarlah air yang terus bertambah banyak. Hajar menggalinya terus-menerus, hingga terkenal lah air tersebut dengan air Zam-Zam, yang artinya galilah! galilah! Bahkan dalam sebuah riwayat disebutkan seandainya Hajar waktu itu tidak menggali tanah di sekitar sumber air tersebut, tak akan ada air Zam-Zam. Wallahu a'lam.

Inilah esensi dari hari Nahr! ketaqwaan lah yang sebenarnya menjadi tujuan dari rangkaian ibadah kurban dan haji ini. Mungkin kondisi kita saat ini lebih baik daripada kondisi keluarga Ibrahim alaihissalam waktu itu. Maka nikmat yang Allah berikan ini seyogyanya kita syukuri, salah satunya dengan wujud ibadah kurban ini. "Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah.." [QS. Al-Kautsar: 1-2]

Mudah-mudahan Allah berikan kemampuan kita untuk meneladani keluarga Ibrahim alaihissalam. Hadaanallahu wa iyyakum ajmaiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar