Jumat, 07 Oktober 2016
[The Power of Story]
"Mudahkanlah setiap urusan & janganlah dipersulit, berilah kabar gembira dan jangan kamu buat lari.." pesan Rasul kita kepada Abu Musa Al-Asy'ary yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari. Seorang muslim haruslah menarik, karena ia adalah penyeru, da'i kepada islam. Maka ya jangan terlalu serius lah, sesekali buatlah lelucon, tertawa, dan berceritalah. Dan untuk menjadi menarik, sebenernya gak perlu ganteng atau cantik. Yang penting, pandailah bercerita!
Nah, sekarang coba tebak siapa artis wanita yang paling kaya sejagad? Ada yang tahu? Saya juga gak tahu, hehe.. yang jelas rata2 mereka kudu menari, menyanyi, berakting, bahkan melucuti seluruh busananya di depan kamera agar tampak menarik, wal iyadzu billah. Tapi yang unik, di tahun 2006, ada 2 wanita yang jadi kaya raya sejagad karena kemampuannya bercerita. Yang pertama seorang presenter, namanya Opray Winfrey, kemudian kedua, penulis novel serial Harry Potter, J.K Rowling. Di Indonesia pun banyak wanita yang kaya hanya dengan modal pandai bercerita. Sebut saja Helvy Tiana Rosa, Asma Nadia, dan sederet nama lainnya. Maka sebenarnya tidak perlu cantik, tapi pandailah bercerita. Hehe.. 😀😀. Kenapa bercerita? Cerita itu pesannya mudah dipahami, maka Nabi pun juga pandai bercerita. Pernah beliau bercerita di mimbar dari shubuh sampai dhuhur, kemudian dilanjut habis dhuhur sampai ashar dan gak ada seorang pun yang bosan. Wah, keren gak tuh Nabi kita?
Alkisah, ada seorang Ayah bilang ke anak laki2 nya, "Nak, ayah akan jodohkan kamu dengan gadis pilihan ayah." "Tapi yah, aku belum mau menikah, aku kan masih unyu." tolak si pemuda. "Udah percaya aja sama ayah, gadis satu ini bukan gadis sembarangan, dia putri Bill Gates," kata sang Ayah. Mendengar itu, anaknya langsung bersedia. Kemudian sang Ayah ini pergi menemui Bill Gates, " Bill, saya akan jodohkan putri Anda dengan putra saya," ujarnya to the point. "Wah, sayang sekali, tapi putri saya belum mau menikah nih," tolak Bill Gates. "Udah percaya aja sama saya, pemuda satu ini bukan pemuda sembarangan. Dia adalah vice president World Bank," jelas sang Ayah.
Mendengar hal itu, Bill Gates langsung terperanjat, "Hmm.. kalau gitu sih, saya dan putri saya berat menolak, hehe.." Nah, lalu sang Ayah ini pergi lagi menemui president World Bank. Gini katanya, "Pak, saya akan menempatkan putra saya sebagai wakil Bapak di World Bank," "Lho, Anda ini siapa? Kok berani-beraninya bilang gitu, saya juga belum butuh wakil kok," ujar Presiden World Bank. "Udah, percaya aja sama saya. Orang yang satu ini bukan orang sembarangan. Dia adalah menantunya Bill Gates," jelas sang Ayah. Mendengar itu, president World Bank dengan nada pelan menjawab, "Wah, kalo begitu, saya sangat bersedia, kapan bisa kita mulai?" Hehe..
Ada-ada saja. Ini gak beneran lho.. ya tidak harus ditiru sih. Tapi sebagai seorang muslim. Kita dituntut untuk menawarkan islam kepada semesta. Maka salah satu caranya ya pintar2 lah bercerita. This is the power of story!
[Pembagian dari Allah]
Bismillah.. Ada berjuta, bahkan bermilyar orang di dunia ini. Dan semuanya Allah berikan bagian rezekinya dengan adil. Masya Allah.. Pernahkah kau bayangkan ini? Tak akan mungkin ini dilakukan kecuali oleh Dzat Yang Maha Mengatur. Allah azza wa jalla. Memang penting mempelajari cara menjemput rezeki, bahkan mengusahakannya. Tapi Allah lah yang memberi rezeki. Bukan yang lain. Ini yang pertama. 😊😊 Dalam masalah jodoh atau pasangan hidup. Saya rasa juga tidak berbeda jauh. Jodoh itu rezeki. Maka cara mendapatkannya juga sama. Tak perlu mengusahakannya hingga berlebihan. Allah Yang Maha Mengatur tidak akan salah menjodohkan bukan?
Bayangkan ada sekian milyar orang, dan semuanya sudah ditentukan Allah jodohnya. Rezeki itu akan mendatangi seseorang sebagiamana ajal menjemput. Bahkan lebih cepat dari mautnya. Begitu juga jodoh. Yakinlah.. Bahkan jika Allah takdirkan seseorang tidak mendapatkan jodoh di dunia. Jodohnya yang sebenarnya adalah di akhirat. Ya, di akhirat. Para ulama' bahkan sangat takut kalau sudah mendapatkan suatu nikmat di dunia, mereka khawatir tidak mendapatkannya di akhirat. Bisa jadi memang seseorang berjodoh di dunia, tapi belum tentu sampai akhirat. Maka, sejatinya jodoh di dunia adalah wasilah agar kelak juga dijodohkan di akhirat.
Memang kita tidak tahu siapa jodoh kita bukan? Maka, kalau kelak kita berdua memang berjodoh, mari saling menjaga agar cintanya berlanjut hingga ke surga. Tidak hanya di dunia, tapi juga kekal menjadi jodoh di surga. Ya Allah, jadikanlah kami pasangan yang baik untuk belahan hati kami kelak. Dan berikanlah kami jodoh yang terbaik dari sisi-Mu, hingga mampu membersamai ke surga-Mu. Aamiin. 😊😊😊
#janganbaperya!
#tenangaja
*Yang Halal, Yang Memberkahi*
Oleh: Humamuddin
"Mintalah kepadaku hai Sa'd, aku akan memohonkannya kepada Allah." Rasulullah bersabda seraya memandangnya. Sa'd bin Abi Waqqash tanpa berpikir panjang, langsung menjawab dengan cerdas, "Mohonkanlah kepada Allah, Ya Rasulullah, agar doaku mustajab."
Tersenyumlah sang Nabi, lalu bersabda,"Bantulah aku hai Sa'd, dengan memperbaiki makananmu." Sejak saat itu, ia selalu menjaga kehalalan makanannya, dan kelak di kemudian hari, kita tahu bahwa Sa'd, disamping terkenal dengan anak panahnya yang tepat sasaran, juga terkenal dengan doanya yang mustajab.
Menarik memang. Ketika membahas tentang fiqh puasa madzhab syafi'i, kita akan temukan bahwa pembatal puasa salah satunya adalah muntah dengan disengaja. Sekilas, bisa jadi dahi kita akan berkerut. Berpikir. Apa ya ada orang muntah disengaja? kurang kerjaan banget. Udah makan enak-enak kok dimuntahin. Buat apa coba? nggak bikin kenyang lagi. Tapi kenapa imam syafi'i berijtihad bahwa ianya adalah pembatal puasa?
Ternyata. Menyegaja muntah di zaman itu adalah hal yang biasa. Zaman dimana seseorang sangat memperhatikan kehalalan makanan yang dikudapnya. Zaman itu pernah ada dan bukan utopia belaka.
Lihatlah bagaimana Abu Bakar Ash-Shiddiq yang menyegaja muntah, tatkala tahu makanan yang dikudapnya adalah hasil pemberian tukang ramal. "Andai makanan ini tidak keluar, kecuali harus beserta keluarnya ruhku. Maka akan kulakukan." Ujarnya.
Bagi seorang muslim, memperhatikan kehalalan makanan adalah keniscayaan. Makanan yang halal akan menjadi sumbu ketaatan, membuat lembut hati, menguatkan akal, dan membuat terijabahnya doa.
Lihatlah pula bagaimana kontroversialnya sikap Asy-Syafi'i yang suatu ketika berkunjung ke rumah muridnya. Imam Ahmad bin Hanbal. Begitu Asy-Syafi'i dijamu makanan. Langsung saja ia memakannya dengan lahap, bahkan hingga tandas semua remah makanan yang ada. Melihat hal itu. Geleng-gelenglah putra Imam Ahmad sambil menanyakan kelakuannya itu. Orang Rakus. Begitu mungkin pikirnua. Tapi apa jawab Asy-Syafi'i?
"Nak, sungguh aku yakin bahwa makanan di rumah keluarga Ahmad bin Hanbal adalah makanan yang berasal dari sumber tersuci di bumi. Terjamin halalnya. Maka demi Allah, aku berharap berkah dari menikmati jamuan di rumah kalian. Berkah ini menjadikan kita mampu mentaati Allah di setiap keadaan. Maka tidak kubiarkan satu remah pun terbuang sia-sia, hingga aku santap tanpa sisa."
Ketika makanan yang masuk ke tubuh kita terjaga kehalalannya. Tubuh akan ringan memenuhi panggilan ketaatan. Adzan menjadi terindu. Membaca Al-Qur'an terasa syahdu. Bersedekah menjadi ringan terlaku. Bahkan jihad serta syahid di jalan-Nya menjadi yang tertuju. Begitu pula jika sebaliknya.
"Demi Allah, memastikan halalnya satu suapan ke mulutku, lebih kusukai daripada bersedekah seribu dinar." Demikianlah Ibnu Umar radhiyallahu anhu meneladankan kepada kita.
Dari mereka semua, kita belajar bahwa asupan yang halal adalah akar kebaikan, pelembut hati, dan hak surga atas kita. Sungguh, keberkahan itulah yang kita cari.
*Disarikan dengan berbagai perubahan dari buku Lapis-Lapis Keberkahan, Salim A. Fillah.
Zanjabiil dan Kaafur
Zanjabil, atau sering disebut jahe sudah tidak asing bagi kita. Baunya harum dan khas. Kalau diseduh dan disuguhkan dalam bentuk minuman hangat saat hawa dingin. Wah, bakalan maknyus pokoknya. Haha..
Minuman ini ternyata dalam Al-Quran disebut-sebut sebagai campuran minumannya penduduk surga. Tapi beda, jahenya di surga kita gak bisa bayangin gimana bentuknya kalo dibanding jahe dunia. Yang jelas lebih dan lebih.
"Di dalam surga itu mereka diberi minum segelas (minuman) yang campurannya adalah jahe, (yang didatangkan dari) sebuah mata air surga yang dinamakan salsabil." [Qs. Al-Insan: 17-18].
Dan yg lebih unik lagi. Gelasnya para penduduk surga itu bentuknya kayak piala. Gede dan berkilau gitu. As-Sa'diy dan Al-Qurthuby menyebutkan dalam tafsirnya bahwa gelasnya itu isinya adalah khamr surga yang lezat, dan kemudian dikasih campuran zanjabil yang harum. Zanjabilnya ini berasal dari mata air surga yang namanya Salsabil.
Dalam At-tahrir wat tanwir, Ibnu 'Aasyuur menyebutkan bahwa sesekali penduduk surga diberikan minuman yang campurannya zanjabil yang hangat, dan sesekali diberikan minuman, yang campurannya adalah air kaafur yang dingin, sejuk, dan harum. Biar imbang. Ada yang anget, ada yang adem. Ibnu katsir juga menyatakan hal serupa dalam tafsirnya.
Oya, Kaafur ini adalah nama mata air di surga yang lain, selain mata air Salsabil tadi. Semuanya khusus untuk Al-abror, mereka-mereka yang berlaku baik di dunia. Baik zanjabil dan kaafur kita tidak bisa membayangkan bagaimana lezatnya, karena memang di surga itu isinya adalah hal-hal yang mustahil ada di dunia. Hehe..
"Sesungguhnya Al-abror (orang-orang yang berlaku baik), mereka minum dari gelas (berisi minuman) yang campurannya adalah air kaafur. (yaitu) mata air (dalam surga) yang darinya hamba-hamba Allah minum, yang mereka dapat mengalirkannya dengan sebaik-baiknya." [Qs. Al-Insan: 5-6]
Maasya Allah. Segala puji milik Allah, yang dengan nikmatnya sempurnalah segala kebaikan.
[Bersahaja dalam kekata, Berbanyak dalam Karya]
Untaian hikmah kita pagi ini berasal dari seorang shahabat Rasulullah yang mulia. Seorang yang tanyanya pada Rasulullah diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Ahmad, dan termaktub di urutan ke-22 dalam Arbain Nawawiyah.
"Seorang lelaki datang kepada Rasulullah dan bertanya," Jabir radhiyallahu 'anhu bercerita, "Menurut engkau ya Rasulullah," ujarnya, "jika aku mendirikan shalat yang diwajibkan, berpuasa ramadhan, aku halalkan yanghalal, aku haramkan yang haram, dan tiada kutambah lagi sesuatu atasnya, apakah aku akan masuk surga."
Rasulullah bersabda, "Ya."
Syaikh Muhammad Tatay dalam 'Idhahu Ma'anil Khafiyyah fil Arba'in Nawawiyyah' menyatakan bahwa ternyata penanya tersebut, amal shalihnya tidak seperti pertanyaannya. Tidak ala kadarnya. Shahabat ini bahkan terkenal sebagai orang yang nyaris mewajibkan amalan sunnah nawafil untuk dirinya, dan selalu berusaha meneladani amalan Sang Nabi. Padahal ia memiliki keterbatasan jasadiyah. Ya. Dia pincang.
Beliau adalah salah seorang yang dijamin tidak akan masuk neraka oleh Rasulullah karena termasuk ahli Badr. Yang ikut serta dalam perang Badr. Dan kelak. ia menemui syahidnya di perang Uhud. Ia berteriak lantang di hari Uhud itu, "Aku bersumpah kepada-Mu, ya Allah, takkan tenggelam mentari hingga kugapai hijaunya surga dengan pincangku ini." katanya.
Maka permohonannya dikabulkan oleh Allah. "Sungguh, Nu'man telah berprasangka kepada Allah dengan persangkaan yang baik. Maka dia telah mendapati Allah sebagaimana sangkaannya. Sungguh telah kulihat dia bercengkrama dalam hijaunya surga, dan kini tiada lagi pincang di kakinya." Rasulullah menyampaikan sabdanya.
Ya. Penanya tersebut adalah Nu'man bin Qauqal Al-Khuzaa'iy. Seorang yang amat tawadhu' dengan berbagai macam amalnya yang tidak seada sekadarnya. Semoga Allah membalasnya dengan kebaikan yang sebanyak-banyaknya. Lewat pertanyaan cerdasnya kepada Rasulullah, kita mengetahui bahwa ketika seseorang ikhlas menjalani, maka amal ibadah yang sekadar menggugur kewajiban dasar telah memasukkan seorang hamba ke dalam surga dengan ridha-Nya. Dengannya, kita tahu bahwa dengan rahmat-Nya, maka amalan standar yang penuh ikhlas dan sesuai yang diajarkan Rasulullah pun telah mencukupi. Walaupun tidak ditambahi sedikitpun.
Inilah dia, Nu'man bin Qauqal, seorang yang merendahkan kata, tetapi meninggikan karya. Dia bertanya tentang amal yang bersahaja, tetapi berkarya tanpa bisa diungkap kata. Seseorang yang amalnya lebih nyaring daripada bicaranya. Semoga kita juga dikaruniakan yang serupa. Aamiin.
[Tanda Khusyu'nya Shalat]
Kilauan sinar kita kali ini berasal dari seorang hujjatul islam, yang karyanya sangat melegenda. Ihya' Ulumuddin. Seorang yang sangat bersemangat meneliti hadits shahihain di akhir usianya, sehingga dikatakan oleh imam Adz-Dzahabi, "Seandainya ia dikaruniai umur yang panjang, niscaya dapat menguasainya dalam waktu yang singkat."
Beliaulah Muhammad bin Muhammad bin Ahmad Ath Thusi, Abu Hamid Al Ghazali, atau lebih dikenal dengan Imam Al-Ghazali. Beliau menasihati kita bahwa tanda sholat yang khusyu' bukanlah yang hingga tidak mendengarkan apapun, bercucuran air mata, atau yang memejamkan mata, dan seterusnya. Lebih jauh beliau berujar,
“Tanda shalat yang khusyu adalah, tercegahnya sang pelaku dari berbuat keji dan mungkar hingga ke shalat berikutnya. Jika subuhmu khusyu, maka antara subuh hingga dzuhur kau kan terjaga dari berbuat yang nista dan yang jahat hingga tibanya waktu dzuhur. Begitu seterusnya.”
Hal ini senada dengan firman Allah,"..sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan." [QS. Al-'Ankabut: 45]
Walhamdulillah.
*Uswahlah Ruhnya*
Kita tidak bisa memilih dari orang tua seperti apakah kita dulu terlahir, tapi kita bisa memilih untuk menjadi apa kelak di kemudian hari. Pilihan itu selalu terbuka. Dan keberanian untuk memilih itulah yang akan menentukan kualitas seseorang. Itulah yang dilakukan oleh seorang tabi'in berikut.
Terlahir di Madinah. Ayah ibunya merupakan budak belian. Ayahnya bernama Yasaar, budak kesayangan dari shahabat Zaid bin Tsabit. Sementara ibunya, Khairah, budak dari istri Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, yaitu Ummu Salamah. Keduanya kemudian dimerdekakan.
Namanya adalah Hasan bin Yasaar, seorang tabiin yang pernah disusui oleh Ibunda kita, Ummu Salamah. Biar tidak asing, mari saya perkenalkan nama 'beken' nya. Hasan Al-Bashri, yang disandarkan pada kota Bashrah, tempat beliau menetap sejak usianya 14 tahun. Pernah denger namanya?
Beliau seorang yang sangat zuhud, dan pemberani. Seorang ulama besar dan ahli fiqih yang langsung belajar kepada Abdullah bin Abbas radhiyallahu anhu. Beliau seorang yang serasi antara lisan dengan perbuatan. Beliau selalu mempraktekkan sendiri terlebih dahulu sebelum menasihati orang lain. Maka, orang-orang pun selalu menuruti kebaikan yang diserukan olehnya. Mereka percaya.
Kita lihat salah satu contohnya adalah ketika suatu waktu, datang beberapa orang budak kepada Hasan Al-Bashri. "Wahai Imam," kata Mereka, "tolong berilah nasihat kepada para majikan kami agar mereka memerdekakan kami, atau berbuat baik terhadap kami. Kami tidak kuat jika harus bekerja terus seperti ini setiap waktu." Mereka terus meminta dengan memohon.
"Baiklah, akan kulakukan." Ujarnys. Beliau tahu bagaimana rasanya menjadi budak karena kedua orang tuanya dulu juga bekas budak.
Pada hari jumatnya, beliau tidak langsung menyinggung hal tersebut dalam khutbah jumat. Pekan kedua juga sama. Pekan ketiga beliau lagi-lagi juga. Setelah lewat sebulan barulah beliau menyampaikan nasihatnya pada sebuah khutbah jumat. Beliau sampaikan kepada kaum muslimin agar berlaku baik kepada para budak. Beliau anjurkan mereka untuk memerdekakannya, juga beliau sebutkan keutamaan-keutamaannya. Belumlah sampai maghrib tiba, ternyata semua budak yang kemarin mengadu telah dimerdekakan oleh majikannya.
Mereka pun datang lagi kepada Hasan Al-Bashri, "Jazaakallahu khoiron, semoga Allah membalasmu dengan kebaikan, wahai Imam." Salah seorang dari mereka berujar, "engkau telah menyampaikannya, tapi kenapa lama sekali, dan baru sekarang kau lakukan?"
"Tolong maafkan aku atas keterlambatanku," Sambung beliau, "aku tidak mempunyai cukup uang untuk membeli budak, dan baru di akhir bulan ini, setelah aku bekerja keras, aku mampu membeli seorang budak yang kemudian aku merdekakan."
Beginilah yang dilakukan oleh Imam Hasan Al-Bashri. Beliau memberikan keteladanan terlebih dahulu sebelum menasihati. Maka, ketika ia memberikan untaian hikmahnya. Berbondong-bondonglah kaum muslimin mengikuti seruannya. Masya Allah.
Oleh karenanya, mari selalu kita ingat bahwa ruh dari dakwah ini adalah uswah. Penggeraknya adalah keteladanan. Maka sebuah ajakan kebaikan akan mampu menyentuh hati seseorang setelah adanya contoh, dengan izin Allah. Inilah yang diteladankan pula oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Semoga kita pun juga demikian. Aamiin.
[JAM TANGAN]
"Kak, gimana caranya me-menej waktu yang bagus, biar waktunya bener-bener berguna?"
Ini pertanyaan bagus. Orang yang punya pikiran seperti ini berarti ianya sangat menghargai waktu. Allah bersumpah dengan waktu dalam surat Al-'Ashr. Dan yang dijadikan sumpah oleh Allah pastilah hal yang sangat penting. Dengan surat Al-'Ashr, sudah sangat cukup sebenarnya seandainya kita bertadabbur. Ini inti hidup kita di dunia.
Hidup ini bukan untuk main-main. Tapi ianya adalah pengabdian untuk Allah. Ianya perjuangan. Usaha. Kerja. Karya. Ibadah. Waktu kita terlalu berharga untuk kesia-siaan. Inilah fahaman kita yang utama.
Trus, gimana tipsnya kak?
Awalnya, jagalah sholat. Kalo sholat kita terjaga, insya Allah waktu kita juga bakalan terjaga. Prioritaskan sholat di awal waktu. Usahakanlah. Kalo kegiatan kita kok jadwalnya banyak yang bertabrakan, gak teratur. Coba periksa sholat. Cek kekhusyukan dan adab-adabnya. Hubungannya apa kak? Erat sekali. Allah kan yang ngatur semuanya. Maka Allah pula yang ngatur urusan kita. Kalau Allah berkehendak, bisa jadi jadwal yang sangat padat itu Allah jadikan longgar, tiba-tiba saja dicancel, dan akhirnya diganti di lain waktu. Atau malah sebaliknya, yang harusnya masih lama, disegerakan sama Allah.
Keduanya, jaga wirid harian. Jaga dzikir pagi sore, istighfar, dan baca Al-Qur'an. Bagi seorang penghafal Al-Qur'an, wiridnya adalah murojaah hafalan Al-Qur'an. Seberapa banyak wirid kita. Semudah itulah Allah bakal lancarkan urusan kita. Serutin apakah tilawah dan muroja'ah hafalan kita, seberkah itulah waktu yang kita punya. Keberkahan waktu itu adalah kita punya waktu sedikit, tapi banyak hal bisa kita kerjakan.
Ketiganya, cobalah pakai jam tangan. Walaupun kayaknya biasa. Tapi efeknya luar biasa. Bisa sebenernya ngeliat jam di smartphone, tapi kalah praktis dibanding jam tangan. Maka, sebenerny jam tangan ini punya dua fungsi, buat liat waktu, sama biar tambah stylish. Hehe.. sampe-sampe ada seorang kawan yang tetep pakai jam tangan walaupun gak nyala, ketika saya tanya, "Biar keren lah, wkwk" 😁😁
Trus, coba cepetkan waktu di jam tangan kita setengah jam sebelum waktu yang sebenernya. Pasti bakalan beda rasanya. Dalam hal tunggu-menunggu, cara ini cukup efektif. Daripada ditunggu, lebih baik kita yang menunggu bukan? Bukan karena kita kurang kerjaan sehingga menunggu, di sela-sela masa tunggu itu kita bisa gunakan untuk membaca buku, menulis, berdzikir, atau bahkan memuroja'ah hafalan. Saya sendiri kalau sudah menunggu lebih dari setengah jam, dan yang ditunggu belum kunjung datang. Biasanya bakal saya tinggal. Saya pergi. Waktu kita sangat berharga bukan? Maka, dia yang tidak menghargai waktunya bagimana bisa menghargai waktu orang lain?
Islam mengajarkan kita untuk tepat waktu. Gak percaya? buktinya Allah tetapkan waktu sholat, waktu puasa, waktu zakat pun ada, bahkan sampai haji pun waktunya gak asal-asalan. Kemudian kalau sudah selesai suatu urusan, segera ganti ke urusan lainnya. Ini semua Allah firmankan dalam Al-Qur'an, dan Rasulullah terangkan dalam hadits, tiada lain tujuannya untuk mendidik kita. Baarokallahu fiikum
[ MENGEMUDI HATI]
Memang tidak mudah mengemudi hati agar tak terjerembab dalam jumawa dan rasa yang tidak perlu lainnya, yang mengganggu keikhlasan. Terlebih bagi mereka yang terlahir dari orang tua yang punya 'nama'. Tapi, bagi mereka yang ridho dengan ketentuan-Nya, Allah jadikan hatinya tulus ikhlas dengan izin-Nya. Dan Allah jadikan mereka sebagai pelajaran bagi kita.
Masih ingatkah kau, kawan.. dengan orang tua yang duduk di kursi roda bersebab lumpuhnya, yang kemanapun pergi harus diantar. Tapi semangat yang keluar dari lisannya mampu menggerakkan muda tua Gaza melawan pendudukan Israel. Pemimpin pejuang Hamas yang kediamannya sangat bersahaja. Tapi lisannya ditakuti oleh Tel Aviv hingga Washington, hingga akhirnya ia dirudal dan menemui syahidnya (insya Allah).
Ia adalah Syaikh Ahmad Yasin. Yang seandainya kita mendengar ujarannya, bengkok niatan kita, dengan izin Allah, akan sirna. Beliau habiskan hartanya untuk jihad, merintis dan melanjutkan perjuangan. Universitas Islam Gaza lah salah satu yang dirintisnya. Di sini lah, putra Syaikh Ahmad Yassin bekerja. Bukan sebagai rektornya. Bukan pula sebagai dekan, atau petinggi kampusnya. Melainkan sebagai tukang kebun kampus yang indah ini.
"Alhamdulillah, saya diberi kesempatan untuk melanjutkan amal jariyah yang dirintis oleh Ayah saya. Dulu dia mendirikan kampus ini dengan tangannya, dan sekarang saya yang menjaga bebunganya, dan menyirami tetanamannya. Alhamdulillah." Hanya inilah jawaban putra beliau ketika ditanya.
Hati kita bergemuruh. Kita tentu sulit menerima ini. Padahal ayahnya adalah petinggi para mujahid. Seandainya dia mau, dia tentu bisa meminta kedudukan itu, tapi itu tidak dilakukannya. Ia memilih melakukan amal tersembunyi. Atqiyaaul Akhfiyaa'. Orang-orang shalih yang tersembunyi. Orang-orang ikhlash semacam ini Allah hadirkan dalam kancah dakwah dan jihad sebagai cerminan diri kita, pengingat dari khilaf kita yang tak disengaja.
Bagiamana pula rasa yang hadir di dada kita? seandainya kita datang ke Gaza, bertemu dengan salah satu saudara kita disana, kemudian ia katakan kepada kita, "Kalian telah datang kemari dari negri yang jauh. Bukan karena ikatan darah, bukan karena urusan dagang, hutang, atau muamalah. Maka semoga Allah murnikan niatan kita dan menyatukan kita dalam jihad dan kesyahidan yang suci".
Apa yang kau rasakan kawan? Tentu rasa cinta imani lah yang menyergap dalam raga ini, bukan?
Seandainya kita selalu mengingat perjuangan saudara-saudara kita di Gaza, Suriah, dan negara di wilayah Syam lainnya yang membayar mahal dengan harta, darah, bahkan nyawa mereka. Tentu kita akan jauh dari rasa cinta syahwati yang semu kepada lawan jenis.
Seandainya kita tahu pengorbanan mereka yang berjuang di wilayah Syam (saat ini meliputi wilayah yang disebut Suriah, Lebanon, Yordania, Palestina, dan sebagian Turki). Apalagi sampai datang dan menyaksikan sendiri. Gerimis kerinduan hati kita akan bertambah deras tentunya.
Seandainya kita tahu kondisi mereka yang Allah takdirkan mewakili kita di garis terdepan untuk memerangi keganasan Zionis Israel, (yang jika tidak mereka wakili, pastilah negara-negara muslim lainnya akan binasa), tentulah mudah-mudahan bengkok retak niat kita kan hilang.
"Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian umat manusia dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai karunia (yang dicurahkan) atas semesta alam." [Qs. Al-baqoroh: 251]
*Foto ini diambil saat pelantikan pengurus Imaarotu Syuunith Tholabah 1431 H. Semoga dimanapun kalian berada saat ini, Allah persatukan hati kita dalam jalan-Nya.
[SAKINAH]
"Ya. Yang kutahu namanya adalah sakinah. Bagaimanapun, kehadirannya selalu kunanti. Saat ia hadir di sisi, hati ini terasa nyaman, tenang sekali. Raga ini menjadi ringan. Beban berat terangkat, dan semua masalah yang ada sirna seketika. Dan kuyakin kawan, jika kau pernah menemui atau ditemui olehnya, pastilah kau akan merinduinya sangat, sama seperti rinduku padanya. Maka aku memohon kepada-Nya agar Dia menganugerahkannya untukku selamanya. Agar ia membersamai setiap langkahku, dan memberkahiku dengan hadirnya."
Inilah dia sakinah. Ketenangan dalam jiwa. Ketentraman dalam hati. Kenyamanan dalam sukma. Kejernihan pada pikiran. Dan kekuatan pada raga. "Dialah yang telah menurunkan sakinah ke dalam hati orang-orang mukmin.." [Qs. Al-Fath: 4]. Ketenangan inilah sikap seorang mukmin, yang hanya dengan dzikir lah cara meraihnya. "..Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenang." [Qs. Ar-Ra'du: 28].
Sejenak mari kita menyibak hikmah dari kisah seorang lelaki wara' yang tidak muluk harapnya. Apapun dilakukan demi kerelaan saudara muslimnya terhadapnya. Semata-mata hanya sakinah lah yang ingin diraihnya.
Di tepian sungai siang itu ia berada. Lapar yang menggayutinya membuatnya tak tahan untuk mengambil delima yang hanyut oleh air sungai. Dimakannya delima yang ranum itu. Manis. Tapi, baru beberapa gigitan, ia tersadar. Delima ini bukan haknya. Seharusnya ia tak memakannya. "Aku akan minta ridho dari empunya."
Berjalanlah ia menyusuri sungai hingga menemukan kebun delima. Ia datang kepada pemiliknya. Minta ridhonya. "Saya tidak ridho," kata si empunya kebun, "kecuali kamu mau bekerja disini tanpa digaji sampai batas waktu tertentu." Akhirnya, ia lakukan apa yang diingini darinya demi sebuah kerelaan.
Singkatnya, berlalulah waktu yang ditetapkan. Ketika lelaki ini akan pamit pergi untuk kembali mengembara, menghadaplah ia pada si empunya kebun. Berharap ridhonya. "Saya belum ridho," lagi-lagi jawabnya, "kecuali kalau kau mau menikah dengan putriku, yang bisu, tuli, buta, dan pincang. Saya tidak bisa menikahkannya kecuali dengan cara seperti ini karena tidak ada orang yang pantas untuknya."
"Ya Allah, ujian apa lagi ini." Begitu gumamnya. Tapi, tanpa pikir panjang akhirnya, ia lakukan apa yang diingini darinya demi sebuah kerelaan. Maka dilangsungkanlah akad nikah berikut walimahnya. Selepas itu, masuklah lelaki ini ke kamar istrinya. Dan terkejutlah ia karena yang didepannya ternyata adalah seorang cantik jelita seutuhnya. Bukan seperti yang dikata sebelumnya. Bergegas ia lari, keluar meninggalkannya. Takut.
"Ayahanda, kayaknya saya salah kamar. Bukankah putrimu bisu, tuli, buta dan pincang?" Tanyanya. Dan kita telah tahu kelanjutannya. Bisu karena lisannya tidak pernah sekalipun berucap keburukan. Buta karena pandangannya tidak pernah menatap maksiat. Tuli karena hanya Al-Qur'an lah yang didengarnya. Dan pincang karena kakinya tidak pernah dipijakkan untuk kemaksiatan.
Dari pernikahan yang penuh keberkahan ini. Idris bin Abbas dan Fatimah binti Abdullah Al-azdiyyah, lahirlah seorang putra yang kelak kita kenal namanya sebagai Muhammad bin Idris Asy-Syafi'i rahimahullah, atau lebih dikenal Imam Syafi'i.
Kita belajar dari mereka, bahwa kebaikan yang satu akan menarik kebaikan berikutnya hingga yang muncul adalah sakinah. Ketenangan. Ketentraman. Kenyamanan. Begitulah memang sakinah yang selayaknya terus kita upayakan. Sakinah yang kita damba bersama. Yang tidak bisa diperoleh kecuali dengan ber-iltizam, meneguhi kebenaran dan ahlinya. Baarokallahu fiikum 😁😁😁
Berkahlah Yang Kita Cari
Semua orang pasti menginginkan hidupnya penuh kebahagiaan. Semua keinginan tercapai. Rezekinya lapang. Terus sehat. Waktunya lapang. Dan berbagai macam kemudahan lainnya.
Tapi, dalam islam kita diajari bahwa ada hal lain yang lebih penting untuk kita perjuangkan. Ya. Itulah keberkahan. 😁 Inilah yang kita cari.
Berkah artinya kebaikan yang terus tumbuh. Bertambah. Berkembang. Kekal. Tetap. Berkah bukan berarti sejahtera dan bahagia selamanya. Senang dan tidak pernah sedih. Bukan!
Justru, para nabi, shiddiqin, dan orang-orang shalih yang penuh berkah hidupnya. Ternyata tidak selamanya mulus. Berbagai macam cobaan, nikmat, musibah, maslahat datang silih berganti. Dan, itu semua lah yang membuat mereka semakin dekat pada Allah. Inilah kebaikan.
Berkah, ianya memberikan kelurusan dalam niat. kekuatan pada badan. Kecemerlangan pada akal. Kejernihan pada hati. Ketentraman pada jiwa. Kefasihan pada ucapan. Kenyamanan dalam perasaan. Dan keistiqomahan dalam laku.
"Yang sudah menikah bilang, 'Seandainya aku masih bujang.' Sementara yang bujang bilang. 'Seandainya aku sudah menikah."
"Yang berharta bilang, 'Seandainya aku bisa merasakan rasanya kefakiran.' Sementara yang papa bilang,'Seandainya aku kaya dan bisa menikmati hidup."
"Yang sudah lemah tubuhnya bilang, 'Seandainya masa muda datang kembali.' Yang muda bilang. 'Seandainya aku kembali jadi anak-anak yang tidak punya tanggungan.' Sementara anak kecil malah mengatakan, 'Kapan aku jadi besar, yah.'
"Yang masih hidup bilang, 'Seandainya aku mati, aku bisa beristirahat dari keletihan dunia.' Sementara yang sudah mati malah berandai-andai, 'Seandainya aku kembali hidup, tentu bisa banyak beramal."
Masya Allah. Kapan kita akan merasa cukup?😇Maka sejatinya dalam hidup. berkahlah yang kita cari. Bukan yang lain. Berkah saat senang dan berbalut kemudahan. Berkah saat sedih dan berhiaskan kesulitan. Semuanya berasas pada keberkahan.
[Lirihan Hati Sang Pejuang]
"Yang penting bukan apakah engkau mencinta," Imam Ibnu Katsir mengutip sebuah syair, "yang penting adalah apakah engkau dicinta." Maka mengaku mencintai-Nya dengan kekata, kalah penting dibanding mewujudkan bukti cinta itu, yang akan membuat kita dicintai oleh-Nya.
Maka dengarlah bagimana kegalauan hati seorang yang perbuatannya lebih unggul daripada ucapan lisannya, pejuang yang dijuluki pedang Allah, menjelang wafatnya berikut, "Sejak aku berislam," ujar Khalid bin Walid dengan linangan air mata, "selalu kuhabiskan hari-hariku dalam peperangan. Yang selalu kurindu adalah kesyahidan, tapi kini aku terbujur lemah diatas tempat tidur menanti ajal."
Isaknya semakin deras. "Mengapa aku tak mati di medan perang?" tanyanya dengan cucuran air mata dan suara yang semakin lirih.
Hatta, sahabatnya, Qais bin Sa'id pun menjadi trenyuh mendengar isi hatinya. Maka dihibur-hiburlah Khalid agar luntur kegalauannya, "Sebab kau adalah pedang Allah," bisiknya di telinga sahabatnya, "maka Allah tak akan membiarkanmu patah di tangan musuh-musuh-Nya. Dia sendiri yang akan menyarungkan pedang-Nya, yang dulu telah dihunus-Nya."
Masya Allah. Mengetahui ceritera mereka membuat diri seakan tak ada apa-apanya. Alangkah dusta dan rapuhnya cinta kami kepada-Mu, Ya Allah. Memenuhi seruan adzan saja terkadang masih berat kami rasa. Apalagi untuk hal sebesar ini.
Walaupun begitu, ada baiknya kita renungi hadits riwayat Imam Muslim berikut, "Barangsiapa yang memohon kepada Allah supaya dimatikan syahid, dan permohonan itu jujur sebenar-benarnya, maka Allah akan sampaikan orang itu pada kedudukan orang-orang yang mati syahid, sekalipun ia mati di atas tempat tidurnya.,"
Ya Allah, golongkanlah kami semua dalam barisan orang-orang yang mati syahid di jalan-Mu. Aamiin.
[Beginilah Seharusnya Merengkuh Hati..]
Suatu hari, Al-Faruq Umar bin Khattab menanyakan seseorang yang telah ia kenal sebelumnya. Maka sebagian kawannya menjawab, "Ia berada di luar kota bersama para pemabuk."
Lalu Umar mengirim surat kepadanya yang isinya, "Sungguh, saya memanjatkan puji syukur ke hadirat-Mu, Ya Allah yang tiada Ilah melainkan Engkau, Dzat yang Maha Mengampuni dosa, Dzat yang Maha Menerima taubat dan Dzat yang Maha Dahsyat siksaan-Nya."
Berulangkali orang itu membaca surat tersebut sambil menangis sampai akhirnya la bertaubat.
Tatkala Umar mendengar berita itu, la berkata, "Beginilah cara memberi nasihat yang harus kalian contoh. Jika kau tahu bahwa saudaramu terpeleset dan melakukan dosa, maka luruskan dan mohonkan kepada Allah agar Allah mengampuninya, dan janganlah menjadi setan baginya."
Inilah akhlak seorang Khalifah Umar bin Khathab radhiyallahu 'anhu. Seorang Da'i yang sangat bijaksana. Beliau mengajari kita bagaimana menggali ke puncak hati seseorang, dan bagaimana menggamitnya. Dalam kesempatan berbeda, beliau juga memberikan kita tips dan trik lainnya, beginilah yang beliau nasihatkan,
"Tiga hal yang dapat membuat kecintaan saudaramu terhadapmu menjadi tulus (hanya karena Allah) ialah, lebih dahulu mengucapkan salam, memanggilnya dengan panggilan yang ia sukai,
dan memberikan tempat duduk dalam satu majelis."
Assalamualaikum warahmatullah wabarokaatuh..😇😇
[PERSPEKTIF]
Kemaren siang, ada berita menarik di salah satu stasiun TV, "Barangsiapa yang bisa mencari pokemon terbanyak, maka berhak atas hadiah motor dan uang tunai jutaan rupiah," begitu bunyi sayembara yang ada di salah satu wahana permainan di Bogor. Kontan saja, angka kunjungan wahana ini meningkat drastis, ramai riuh orang berbondong kesana. Padahal hadiahnya hanya buat seorang. Wiih 😂😂
Sementara di lain sisi. Ada juga berita menarik lain, "Dua rakaat fajar lebih baik dari dunia seisi-isinya," ini bunyi sayembara nabawi dari Rasulullah shallallahu alaihi waslallam. Kalau tadi hadiahnya cuma buat seorang, yang ini buat banyak orang. Syarat dan ketentuan berlaku tapi. Hehe..😁😁
Sama-sama sayembara, yang satu belum pasti, sedangkan yang lain sudah pasti. Dan yang ngasih Allah pula. Tapi, rupa-rupanya 'yang pasti' kalah pamor sama 'yang belum pasti'. 😀😀
Percayalah.. lebih baik dicari daripada mencari. Mencari itu melelahkan, sedangkan dicari itu menentramkan. Karena menantu idaman itu pasti 'dicari', bukan 'mencari'. Dan ianya boleh dicari pada mereka-mereka yang mendirikan rakaat fajr lengkap beserta jamaah shubuhnya di masjid. Wkwk.. 😁😁
Baarokallahu fiikum
[DUA DETIK PERTAMA]
Oleh: Humamuddin
"Ruh-ruh itu seperti tentara yang saling berbaris rapi. Jika saling mengenali maka mereka akan cocok bersatu. Dan jika tidak saling mengenali maka mereka akan berpisah." Sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Hurairah.
Unik jika kita tahu bagaimana asbabul wurud hadits ini. Disebutkan dalam Musnad Imam Ahmad bahwa ketika Rasulullah hijrah ke madinah. Ikut hijrah pula seorang wanita yang hobinya membuat orang tertawa di Mekkah, dan di Madinah ternyata ia bergaul dengan para wanita yang juga hobi membuat orang tertawa. Maka Nabi pun menyabdakan hadits ini.
Sudah tabiat manusia memang untuk berkumpul dengan mereka yang punya kesamaan. Semakin banyak kesamaan diantara mereka, maka mereka akan semakin akrab dan menyatu. Sungguh, ruh-ruh diciptakan oleh Allah terlebih dahulu sebelum jasad dicipta. Maka ruh-ruh itupun saling mengenali sesamanya. Ia akan cenderung menyukai yang mencocoki tabiatnya, dan menjauhi yang berseberangan dengannya. Inilah makna hadits diatas.
Termasuk dalam urusan pertemanan pun kita tidak heran jika ada seseorang bisa sangat akrab dengan seorang yang baru dikenalnya. Padahal mereka belum pernah bertemu sama sekali sebelumnya. Seperti yang diceritakan dalam Tarikh Ibnu Asakir bahwa Harom bin Hayyan kaget tatkala Uwais menjawab salamnya seraya menyebut namanya padahal belumlah pernah mereka berjumpa sebelumnya. "Ruhku melihat ruhmu semenjak diriku berbicara dengan dirimu," ujar Uwais, "sesungguhnya ruh itu mempunyai nafas sebagaimana bernafasnya tubuh, dan sesungguhnya orang mukmin itu akan mengenali sebagian dengan sebagian lainnya, mereka saling mencintai dengan anugerah Allah bahkan sejak belum saling berjumpa."
Dalam urusan jodoh apalagi. Sejak di alam ruh, hati mereka sudah bertaut mesra. Maka tatkala di alam dunia. Mudah saja bagi mereka bersua dan mengenali. Mereka akan saling mencintai sesuai tabiat dan sifat masing-masingnya. Benarlah firman Allah dalam Al-Qur'an, "Perempuan yang keji untuk lelaki yang keji, dan lelaki yang keji untuk perempuan yang keji pula, dan perempuan yang baik adalah untuk lelaki yang baik dan lelaki yang baik adalah untuk perempuan yang baik pula..," (Qs. An-Nur: 26).
Lebih lanjut, Malcolm Gladwell dalam Blink-nya menyatakan risetnya bahwa seringkali kesan yang terlintas di benak pertama kali, bisa mengalahkan penelitian yang menjelimet. Keputusan yang diambil dalam dua detik pertama seringkali sama bagusnya, bahkan lebih bagus dibanding hasil penyelidikan yang berlarut-larut. Ini berlaku dalam hal apapun. Sering kan kita tertarik membeli buku karena dua detik pertama kita melihatnya?
Termasuk dalam urusan pertemanan dan jodoh juga. Kita seringkali bisa merasa ada sesuatu yang menarik dari seseorang hanya dengan dua detik kita menatap pertama kali bukan? Walaupun kita belum tahu mendetail apa hal menarik itu, tapi kita sudah merasa tertarik. Disinilah mungkin salah satu hikmah disyariatkannya nadhor bagi calon mempelai. Masya Allah. Maka inilah dia, dua detik pertama yang amat menentukan itu. Dua detik yang membuat jiwa mengenali.
[SHIBGHAH]
"Celupan warna Allah. Dan siapakah yang lebih baik celupan warnanya dari pada Allah? Dan hanya kepada-Nya-lah kami menyembah" (Qs. Al-Baqoroh: 138)
Memang beragam karakter dan sifat manusia di dunia ini. Semuanya berbeda karena memang terwarnai dengan berbagai macam hal yang berlainan pula. Dari berjenis-jenis tersebut, celupan warna dari Allah lah yang terbaik.
Maka beruntunglah para mukminin, yang tershibghah dengan celupan warna ilahi, mereka dengan berbagai macam keadaan, karakter, dan sifat bawaannya menjadi pribadi yang memukau. Penuh pesona keimanan dan kemuliaan.
Maka kita mengenal Abu Bakar Ash-Shiddiq yang lembut tetapi tegas, Umar bin Khattab yang keras tapi mudah trenyuh, Utsman bin Affan yang pemalu lagi dermawan, Ali bin Abi Thalib yang ceria lagi cerdas. Sa'ad bin Abi Waqqash yang pemberani lagi tepat bidikan panahnya, Abu Ubaidah bin Jarrah yang terpercaya lagi sederhana.
Maka kita mengenal pula Mush'ab bin Umair yang fasih tuturnya seelok parasnya, Thalhah bin Ubaidillah sang Syahid yang berjalan di bumi, Zaid bin Tsabit sang cerdas penulis wahyu, Hudzaifah bin Al-yaman intelnya Rasulullah dan penjaga rahasia beliau, Abu Dzar Al-ghiffari sang pejuang kebenaran seorang diri.
Maka kita mengenal pula Abdurrahman bin 'Auf sang ahli ekonomi yang gemar berderma, Salman Al-Farisi yang kreatif dengan ide khandaq-nya. Dan masih banyak lainnya. Mereka semua orang-orang mulia dengan kekhasan masing-masing.
Begitulah memang orang-orang beriman. Siapapun mereka, apapun urusannya, bagaimanapun keadaannya, dimanapun dan kapanpun mereka berada, tujuan mereka hanyalah mengabdikan diri seutuhnya kepada-Nya. Maka siapakah yang lebih baik celupan warnanya daripada Allah?
***setelah dipoles, jadilah drum tong sampah yang cantik. 😁😁😁 #kknuns2016
[KILAS BALIK]
Sungguh, kurindu masa-masa itu. Saat kami begitu lugu hingga dipaksa tak bisa berakrab ria dengan ponsel. Saat facebook, twitter, line, instagram, dan semisalnya belum kami kenali. Hingga akhirnya semuanya berubah.
Sungguh, kurindu masa-masa itu. Saat kami begitu bersemangat dengan buku. Saat itu, mungkin televisi pun menaruh iri karena jarang kami lirik. Tapi semuanya berubah dengan cepat.
Kami berubah tanpa kami merasai. Kami ditipu-tipu tapi malah merasa nyaman dan gembira. Kami diperdaya tapi kami bangga. Hingga tatkala kami mulai menjauh dari Al-Qur'an pun, kami tak merasa gusar.
Masa itu, sehabis shubuh adalah waktu favorit untuk Al-Qur'an. Kantuk pun kami tahan. Bolak-balik wudhu tak masalah, yang penting kantuk tak menghinggap. Kini, semuanya berubah. Bangun tidur pun kami melupakan doa, dan kami merasa berat untuk tidak meraihnya kali pertama. Sampai tatkala timeline sudah terbuka, barulah nyaman terasa.
Masa itu, bakda isya' adalah saat bercengkrama bersama keluarga tentang seharian pengalaman. Yang ianya dikatakan berpahala. Kini, memang kami masih setia bercengkrama. Tapi masing-masingnya tertuju pada ponselnya. Hanya sesekali kami menanggapi dan menjawab tanya, itupun setelah pertanyaan yang diulangi. Walaupun begitu, entah mengapa kami tak berkeberatan.
Masa itu, kami menganggap tabu jika memegang ponsel saat bersantap hidangan. Dan kini, yang demikian dianggap biasa. Masa itu, kami tidak dianggap asing hanya karena tidak memilikinya, tapi kini kami berlomba bercanggih-canggih dengannya. Maka pada masa itu, kami tidak terlalu kecewa jika tak ketinggalan membawanya.
Kami rindu masa-masa itu. Saat kami tidak berbangga dengan banyaknya like and share, dan bersedih dengan sedikitnya. Tapi, kami yakin, saat ini mereka-mereka yang tidak terperdaya dengannya masih ada. Dan kami berharap menjadi salah satunya.
*Maaf, jika ada yang tersakiti karena saya unfriend di sosmed. Semoga ini lebih baik bagi kita bersama.
[HUMAM]
'Orang yang punya cita-cita tinggi'. Kata ini merupakan pecahan dari akar kata himmah dalam bahasa arab. Apa itu himmah? "Himmah," menurut Syaikh Dr. Aidh Abdullah Al-Qorni dalam Laa Tahzan, "merupakan gejolak yang terus bergelombang, angin puyuh yang terus bergulung. Dia adalah lompatan ke puncak dan terbang ke angkasa."
"Himmah adalah hati yang bergolak; jiwa yang terus bergejolak; cita-cita yang memandang jauh ke depan. Sesiapa yang dikaruniai himmah, maka semangatnya akan membawanya berkelana meskipun ia tinggal di tempatnya. Dengan berbekal himmah, orang akan mampu melakukan perjalanan yang jauh, walaupun ia duduk di rumah."
Sementara Syaikh Ibnul Qoyyim Al-Jauziyyah mengatakan dalam Madaarijus Saalikinnya, "Himmah adalah bentuk Fi'lah, ianya merupakan permulaan keinginan, tetapi para ulama' telah mengkhususkan kata 'himmah' untuk penghabisan dari keinginan. Adapun pangkal mulanya disebut 'Hamm', Himmah adalah penghabisannya, ujung akhirnya."
Himmah 'aaliyah, cita-cita yang tinggi, semangat yang terus menjulang. Perjalanan kita masih panjang. Perjuangan kita masih terus berlanjut. Mudah-mudahan kita semua dikaruniai himmah yang berterusan, hingga kita menghadap-Nya.
Humamuddin, hamba yang fakir kepada ampunan Rabb-Nya, yang tertawan oleh dosanya.
[Berprasetia]
Banyak yang sehari nambah sehalaman, ada yang sehari dua halaman, ada yang tiga halaman, bahkan ada yang sembilan halaman sehari. Tapi, ada juga yang sebaliknya, sehalaman per dua hari, per tiga hari, bahkan ada yang per lima hari sehalaman. Walhamdulillah.. 😀😀
Dalam Tahfidhul Qur'an, yang penting bukan seberapa cepat selesai dan hafal. Tak masalah jika kau terseok-seok, berkelindan dalam duka dan tangis menghafalnya. Tak masalah jika kau harus menangis dan bersedih karena satu ayat yang sulit kau hafal. Insya Allah itulah tangis yang akan membelamu kelak di hari kiamat.
Di hari itu, saat kau khatamkan hafalanmu, pastilah itu salah satu hari terbaikmu. Mulai saat itulah, tanggung jawabmu sebagai pengemban Al-Qur'an dimulai. Maka tetaplah berprasetia dengan prinsip Qur'ani. Berprasetialah dengan nama Allah untuk terus menjaga hafalanmu, untuk berjuanglah agar perilakumu bersesuaian dengan Al-Qur'an walaupun sulit, untuk tidak saling berbangga dengan indahnya suara atau kuatnya hafalan, dan tidak mencari dunia dengannya.
Mudah-mudahan Allah menolongmu.. 😊😊
[PERMEN]
Oleh: Humamuddin
Bagi saya, permen merupakan hal yang istimewa. Ianya punya kenangan tersendiri. Hehe.. Saya masih ingat di hari ketika teman saya, panggil saja Aulia, menyelesaikan setoran halaman terakhirnya, menggenapi 30 juz hafalannya. Aulia ini bocah pertama yang khatam di kelompok kami berdua belas. Masih kelas 3 SD waktu itu.
"Alhamdulillah, ini kan kamu udah khatam, Aulia," kata ustadz Ahmad sambil tersenyum, lalu melirik-lirik ke kami, "Syukuran dulu dong, hehe.. Ya paling gak pake permen, temennya dibagi satu-satu sana."
"Oh ya, Siap, tadz," temen kami yang satu ini lalu pergi ke koperasi pondok, membeli beberapa bungkus permen, kemudian dibaginya pada kami semua berdua belas. Riuh rendah kami menikmati syukuran sederhana tersebut. Dan akhirnya kegiatan ini menjadi tradisi di kelompok kami, setiap ada yang khatam, minimal syukurannya bagi-bagi permen. Hehe.. 😀
Lain waktu lagi, di suatu siang ketika kami sedang bersama, teman saya mengeluarkan permen dari sakunya. Hanya satu permen, sedang kami berempat. Maka ditaruhlah permen tadi di bawah kaki kursi. Dan Kress, kress.. hancurlah permen tersebut. Kami bagilah ia jadi empat, hingga masing-masing akhirnya merasakan permen tersebut. Haha..
Memang bukan seberapa besar nilainya, tapi yang penting esensi ukhuwahnya bukan? Begitulah, sejatinya dalam hidup, kita tidaklah perlu bermuluk-muluk dengan tampakan dan lihatan luar, justru fungsilah yang perlu kita perhatikan. Kalau memang hanya tersedia yang sederhana, mengapa kita harus paksakan yang tidak ada? 😊
[KISAH 30.000 DINAR]
Oleh: Humamuddin
Namanya Rabi'ah bin Farrukh ar-Ray, seorang lelaki tabi'in yang sudah menjadi ulama hadits di usia yang sangat belia. Kita akan mulai dulu dari kisah ayahnya. Farrukh, yang mantan budak dari sahabat Rabi' bin Ziyad Al-Haritsi. Dengan berbekal harta ghanimah perang yang sangat banyak, ia akhirnya menikah dengan seorang wanita Madinah. Tak lama kemudian, lahirlah Ar-Rabi'ah. Tapi Farrukh harus segera meninggalkan istri dan anaknya untuk berjihad di medan pertempuran, maka ia titipkan uang 30 ribu dinar kepada istrinya guna keperluan mereka. "Ini untuk kalian, jika aku nanti tidak kembali kepada kalian, maka harta ini insya Allah mencukupi."
Singkat cerita, rombongan mujahidin sudah kembali dari perang, tapi tak ada kabar tentang Farrukh, hingga ada anggapan bahwa Farrukh telah meninggal dunia. Maka Ar-Rabi'ah kemudian diasuh oleh ibunya, juga ia belajar langsung kepada para ulama dari kalangan shahabat. Hingga akhirnya ia menjadi ulama besar.
Tiba-tiba, suatu malam kota Madinah dikagetkan dengan dua orang yang saling berkelahi. Seorang kakek berumur 60 an tahun bergulat melawan pemuda yang merupakan alimnya kota Madinah, Ar-Rabi'ah ar-Ray. Masyarakat berkerumun menyaksikan.
Kakek itu tertuduh memasuki rumah tanpa izin empunya. Sementara kakek tersebut menyangkal bahwa itu adalah rumah yang dibelinya dahulu kala. Nantinya orang-orang tahu kalau kakek itu adalah Farrukh, yang baru kembali dari perjalanan jihadnya yang panjang dan berliku setelah sebelumnya didaku meninggal dunia
Mengetahui Farrukh masih hidup, maka istrinya sangat bergembira, walaupun juga bingung jika nanti ditanya pertanggungjawabnya mengenai 30 ribu dinar titipan suaminya. Semuanya habis untuk biaya belajar Ar-Rabi'ah sudah. Malam itu, Farrukh masih belum tahu kalau anaknya adalah ulama besar hingga tiba pagi, sebakda ditunaikan shalat shubuh, ribuan orang kemudian mengelilingi majelis ilmu yang diampu oleh seorang muda berilmu dalam yang ternyata adalah putranya.
Bulir air mata kebahagiaan Farrukh tak lagi bisa dibendung setelah mengetahui Ar-Rabi'ah yang kini menjadi rujukan umat. Maka ia tak lagi mempermasalahkan tatkala istrinya melempar tanya, "Menurutmu, manakah yang kau pilih, anak kita mendapat kedudukan karena ilmu dan taqwanya, ataukah gemintang 30.000 dinar yang kau punya."
Hehe.. Oya, ada yang tahu berapa nilai 1 dinar? 1 dinar itu 4,25 gram emas 22 karat. Kalau 1 gram harganya 450 ribu rupiah. 1 dinar berarti sekitar 2 jutaan, anggaplah 2,1 juta.
Maka 30.000 dinar itu setara 63 Milliar. Bayangkan aja uang segitu habis hanya untuk belajar.. Luar biasa bukan?
[MENIKMATI HIDUP ?]
Oleh: Humamuddin
Orang yang punya tujuan hidup tentu berbeda dengan yang tak mempunyainya. Orang mukmin tujuannya adalah akhirat, maka dunia seisinya ini hanya dijadikannya sebagai sarana. Ia tak cepat merasa puas atas berbagai sarana yang dipunyainya. Fokusnya hanya pada tujuan. Tidak ada istilah bersenang-senang dalam kamusnya. Alih-alih menikmati indahnya hidup, ia justru menjadikan hidup ini sebagai perjuangan. Tempatnya menikmati kehidupan adalah kelak di akhirat, dalam surga yang berbalut kenikmatan.
Sejenak mari kita menyeksamai bagaimana kisah Al-Hafizh Ibnu Hajar dengan seorang yahudi. Waktu itu, beliau melewati sebuah pasar nan ramai dengan kereta kudanya yang megah, plus dengan pakaian yang menawan. Tiba-tiba seorang yahudi dengan pakaian kumalnya menghampiri beliau, “Wahai Syaikhul Islam, engkau menyatakan bahwa Nabi kalian bersabda, 'Dunia itu penjara bagi orang beriman dan surga bagi orang orang kafir.' Bagaimana mungkin keadaanmu yang bergelimang harta saat ini bisa disebut penjara, lalu keadaanku yang melarat di dunia seperti ini disebut surga? Berarti engkaulah yang kafir, dan aku yang beriman."
Ibnu Hajar tersenyum menjawab, “Ketahuilah, keadaanku yang bergelimang harta ini jika dibandingkan nikmat yang Allah janjikan untukku di akhirat, seakan-akan aku sedang di penjara. Sedangkan keadaanmu yang melarat saat ini, kalau dibanding balasan siksa pedih yang Allah berikan untukmu di akhirat, seakan-akan engkau berada di surga.” Mendengar hal tersebut, masuk islam lah yahudi tersebut seketika.
Memang begitulah, kehidupan mukminin di dunia ini bukanlah untuk dinikmati. Ianya hanya sarana. Ada akhirat yang lebih kekal yang menanti ditempati. Maka milik kita yang sejati adalah yang ada di akhirat. Semangat pagi. Baarokallahu fiikum 😊😊😊
['Sesederhana Belajar Tahsin']
Oleh: Humamuddin
Hidup ini sejatinya sederhana dan mudah. Allah telah memberikan aturan hidup, dan kalau kita jalani kehidupan ini sesuai aturan Allah, pasti keberkahan lah yang bakal menyertai. Tapi, seringnya kita salah memaknai keberkahan. Hidup yang berkah itu tidak selamanya senang terus, bukan hidup yang bahagia selamanya seperti dalam cerita fiktif.
Bukan, ianya justru lebih banyak cobaannya, lebih banyak masalahnya.
Para nabi dan rasul yang hidup mereka penuh berkah bukannya ujiannya lebih berat daripada kita? Memang banyak hal biasanya, tapi juga banyak kejutan yang menanti di hadapan kita. Satu hal yang pasti, keberkahan itu membuat ketenangan dalam jiwa, kekuatan pada badan, kejernihan pada pikiran, dan terus menambahkan kebaikan yang tiada habis. Justru dengan berbagai hal yang dinamis tersebut, hidup kita menjadi lebih berwarna dan indah bukan. Hidup kita menjadi bertabur berkah. Ada syukur saat usaha membuahkan hasil, dan ada sabar dalam perjuangan meraih yang dicita.
Hidup ini sederhana. Persis seperti saat kita belajar tahsin. Ada saatnya kita harus menekan sewajarnya dan tak boleh melepas seperti saat mengucap huruf hamzah dan ta'. Ada pula saatnya kita harus melepas selepas-lepasnya, sama sekali tak boleh menahan seperti saat mengucap huruf ha' dan kho'. Namun terkadang, kita juga tak boleh terlalu menahan, juga tak boleh terlalu melepas, pertenghan saja lah seperti saat mengucap huruf 'ain nun, lam, dan ro.
Sesekali, kita harus bersabar menahan seperti ghunnah yang tidak boleh dijelaskan. Ada saatnya kita malah justru harus menampakkan sejelas-jelasnya seperti idhar. Terkadang, kita justru harus menyamarkan agar tampak sempurna seperti saat mengucap bacaan ikhfa' yang samar. Bahkan, bacaan panjang seperti mad pun harus sesuai proporsinya, tidak boleh dipukul rata. Berbagai macam hukum tajwid dalam tahsin inilah yang akhirnya membuat bacaan Al-Qur'an kita nyaman di telinga, terasa empuk didengarkan bukan?
Begitulah, jika kita sudah terbiasa hidup sesuai aturan Allah, keberkahan lah yang akan menghampiri. Laiknya membaca Al-Qur'an, jika memang kita terbiasa dengan tahsinnya. Tentulah bacaan kita akan terdengar indah. Walaupun dalam prakteknya, menjalankan aturan Allah itu pasti tidak mudah, seperti saat kita belajar tahsin bukan? Hehe.. Tapi, yakinlah hanya dengan menetapu aturan Allah lah hidup kita akan bertabur keberkahan. Semoga keberkahan selalu menyertai kita semua. Aamiin..
Semangat pagi. Assalamualaikum warahmatullah wabarokatuh.. 😊😊
[Semua Ada Saatnya]
Alhamdulillah, siang ini telah terlaksana jumpa perdana kami dengan donatur pemberi Beasiswa Huffazh Kedokteran. Beberapa hari sebelumnya, saya sempat kaget karena lolos beasiswa ini. Mungkin ini satu2 nya beasiswa yang bahkan malah kami yang dicari, bukan kami yang harus mencari ataupun meng-apply seperti pada umumnya beasiswa.
Banyak hal berkesan saat perjumpaan tadi siangdengan para muhsinin, pemberi bantuan beasiswa ini, "Jadi adik2, kami memberikan bantuan beasiswa ini tujuannya adalah ibadah," kata Pak Joko, salah satu muhsinin yang sukses dengan bisnis propertinya, "maka adik2 juga harus merampungkan studinya dengan baik supaya kebaikan ini dapat terus bergulir."
Lebih lanjut, Pak Budi Harto, muhsinin lain yang juga dirut PT. Adi Karya ini menambahkan, "Semua memang ada tahapannya dik, mungkin sekarang adik yang menerima beasiswa, besok gantian adik2 inilah yang memberikan beasiswa." Ujarnya dengan senyum tersungging.
Walhamdulillah.. "Siap pak.."gumam saya di hati, "Insya Allah saya akan selesaikan amanah kuliah di kedokteran ini sebaik-baiknya." Kurang lebih dua tahun lagi selesai pendidikan dokter saya, bi idznillah. Semua ada saatnya, mungkin sekarang kami lah penerima beasiswanya, tapi 3 tahun, 5 tahun, atau mungkin 10 tahun lagi. Insya Allah kami lah yang akan berkontribusi memberikan seluas-luasnya manfaat bagi umat, termasuk beasiswa seperti ini. Semoga keberkahan menjadi milik kita bersama.. 😊😊😊
[Menjadi Air, Bukan Buih]
4 tahun yang lalu, saya pernah menuliskan berbagai macam impian yang ingin saya capai, saya tuliskan semua target lengkap dengan tahunnya, 1 tahun, 5 tahun, 15 tahun, dan hingga 30 tahun lagi. Memang beberapa tidak sesuai harapan, tapi Allah menggantinya dengan rencana-Nya yang luar biasa. Salah satunya, Allah temukan saya dengan kawan-kawan hebat di kampus fk uns. Allah kabulkan keinginan saya untuk bisa terus bersilaturrahmi dengan almamater pesantren tercinta. Dan Allah berikan jalan hidup yang tak pernah terbayangkan sebelumnya.
Memang masih banyak target yang belum tercapai. Tapi, justru inilah saatnya berjuang lebih ekstra. Saya yakin tidak ada yang mustahil di sisi-Nya. Dia lah Yang Maha Mendengar Doa. Hanya saja keseriusan kita dalam menginginkan sesuatu akan diuji. Benarkah kita menginginkannya atau tidak? Karena kalau kita menginginkan suatu hal, tapi kita meninggalkan qiyamul lail, sejatinya kita tidak serius menginginkannya. Maka, Ya Allah jadikanlah kami ahli qiyamul lail.
Kita memang perlu menjadi seperti air yang mengalir bebas ke manapun, ia hanya mengalir sesuai tabiatnya, dari tempat yang tinggi menuju yang lebih rendah. Begitu pula hidup kita, kita lah yang menentukan, bukan orang lain. Kita yang paling bertanggung jawab atas kehidupan kita kelak. Maka tak pantas kiranya hanya menjadi buih, yang terombang-ambingkan kian kemari, kemudian lenyap, hilang tak berbekas. Begitulah permisalan Allah dalam Al-Qur'an (QS. Ar-Ra'du: 17).
*Taqwa Yang Sampai*
Oleh: Humamuddin
"Daging-daging unta dan darahnya sekali-kali tak akan sampai pada Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapai-Nya..." [QS. Alhajj: 37]
Hari Nahr, inilah hari yang Allah jadikan makan, minum, dan berbahagia di dalamnya berpahala dan disyariatkan. Hari ini tiada laku baik yang lebih Allah sukai daripada mengalirkan darah hewan kurban. Dan tiap helai rambutnya bernilai kebaikan, ianya menghapus dosa sebanyak jumlahnya. Maka sejatinya saat kita menyembelih kurban, kita mencoba menghilangkan sifat kebinatangan pada diri kita. Sifat hayawaniyyah atau bahimiyyah seperti egois, rakus, menghalalkan segala cara, dan bakhil lah yang coba kita pupus.
Pula, kita berharap keikhlasan dalam berkurban lah yang diterima oleh Allah. Adapun daging dan darah hewan kurban, tiada lain hanyalah perwujudan ketaatan kita pada-Nya, sekaligus bentuk kepedulian terhadap sesama. Maka baiklah kiranya kita belajar dari Keluarga Bahagia (KB) ala Nabi Ibrahim alaihissalam. Ibrahim yang bersiteguh dalam prinsip nan kritis, Ismail yang berjiwa jernih serta berpikiran matang, dan Hajar yang utuh keyakinannya lagi kuat ikhtiarnya. Walaupun kita tahu pula, ada Saroh yang sangat penyabar, lagi Ishaq yang juga santun. Tak heran kemudian jika Allah memuji keluarga ini, "Sungguh, telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengannya.." [QS. Al-Mumtahanah: 4].
Ibrahim terkenal bersiteguh dalam prinsipnya lagi bijak. Ketika mudanya ia begitu kritis dan berani. Ia suarakan kebenaran walaupun nyawa lah taruhannya. Ia sadarkan kaumnya dari penyembahan berhala menuju penyembahan pada Allah yang satu. Ia ketuk nurani terdalam mereka. Dan kala tuanya, ia juga tetap bersiteguh dengan kebenaran. Ia sampaikan perintah menyembelih putra semata wayangnya dengan penuh mesra. Ia panggil Ismail dengan panggilan kesayangan, 'Ya bunayya', 'Wahai putraku tersayang'. Pula dengan mengedepankan dialog yang hangat, jauh dari ucapan pemaksaan.
Ismail putra yang sangat lembut hatinya lagi sangat berbakti. Ia tak ingin menyulitkan ayahandanya dengan keputusan yang sulit. Maka di usianya yang muda, ia telah matang cara pikirnya. Ia katakan, "Wahai ayahanda, kalau memang itu wahyu, maka kerjakanlah, Insya Allah kau akan dapati diriku termasuk orang yang sabar." Lihatlah, Ismail adalah pribadi yang jernih jiwanya, ia sudah menyadari bahwa keistiqomahan dalam kebaikan semata-mata adalah karena pertolongan Allah. Maka ia katakan, 'Insya Allah'. Kisah tentang ini semua terangkum indah dalam QS. Ash-Shaffat ayat 101 hingga 107.
Adapun Hajar sosok istri yang keyakinannya pada Allah utuh lagi sangat taat pada suami. Tatkala Ibrahim mendapatkan wahyu, yang mengharuskannya meninggalkan istrinya, Hajar, beserta anaknya, Ismail, di sebuah lembah yang tandus, yang bahkan air tidak ada, apalagi pepohonan, tetanaman, atau tetumbuhan. Hajar tiada keberatan. Memang mulanya, ia sempat bertanya pada Ibrahim, "Mengapa kau tega meninggalkan kami di tempat seperti ini?" Kala itu Ibrahim diam membisu karena bingung. Tapi dengan cekatan, Hajar kembali bertanya, "Apakah ini perintah Allah? Kalau memang ini perintah-Nya. Dia tentu tiada akan menyia-nyiakan kami." Ibrahim hanya mampu mengangguk pelan sambil menuntun kudanya meninggalkan mereka berdua.
Keyakinan Hajar sangat utuh. Tapi tetap saja ia khawatir akan kondisi bayinya, Ismail, yang tengah kehausan. Maka berlarilah ia ke Shafa dan Marwa, tujuh kali ia berputar-putar, hingga ketika tenaganya telah terkuras habis. Tiba-tiba Allah berikan pertolongan-Nya. lewat jejakan kaki kecil Ismail, keluarlah air yang terus bertambah banyak. Hajar menggalinya terus-menerus, hingga terkenal lah air tersebut dengan air Zam-Zam, yang artinya galilah! galilah! Bahkan dalam sebuah riwayat disebutkan seandainya Hajar waktu itu tidak menggali tanah di sekitar sumber air tersebut, tak akan ada air Zam-Zam. Wallahu a'lam.
Inilah esensi dari hari Nahr! ketaqwaan lah yang sebenarnya menjadi tujuan dari rangkaian ibadah kurban dan haji ini. Mungkin kondisi kita saat ini lebih baik daripada kondisi keluarga Ibrahim alaihissalam waktu itu. Maka nikmat yang Allah berikan ini seyogyanya kita syukuri, salah satunya dengan wujud ibadah kurban ini. "Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah.." [QS. Al-Kautsar: 1-2]
Mudah-mudahan Allah berikan kemampuan kita untuk meneladani keluarga Ibrahim alaihissalam. Hadaanallahu wa iyyakum ajmaiin.
Langganan:
Postingan (Atom)