Jumat, 24 Juni 2016

Like Father Like Son



Masih tidak lekang dalam ingatan. Saat kami (baca: humam, fahmi, izzuddin) masih kecil. Saat itu, kami disekolahkan di pesantren, jauh dari orang tua. Dan karena jauh dari orang tua, bapak dan ibu selalu menyempatkan menjenguk kami tiap bulan sekali, entah apapun dan bagaimanapun kesibukan mereka, mereka selalu menyempatkan hadir di jum'at akhir bulan untuk melihat kondisi, dan bercengkrama bersama kami.

Walaupun waktu kunjungnya hanya sehari, dan memang hanya boleh sehari. Rasa-rasanya itu sudah lebih dari cukup. Dan tak lupa, sebelum pulang. Bapak dan Ibu selalu berpesan, "Rajin-rajin ya belajarnya, nghafalkan Al-Qur'annya yang sungguh-sungguh, yang akur ya disini. Humam, kalau adiknya butuh sesuatu, dibantu ya! jangan berantem." Kemudian setelah kami iyakan. Dengan suasana penuh haru, kami berusaha saling menguatkan, menahan agar air mata ini tidak menetes. Pun begitu yang dilakukan bapak dan ibu. Mereka berusaha tegar, tidak menangis di depan kami. Walaupun pada akhirnya kami tahu yang sebenarnya, bahwa dalam perjalanan pulang, mereka menangis di dalam mobil karena harus berpisah sementara waktu. Dan kini baru kami tahu, bapak dan ibu melakukan itu ternyata untuk menyemangati kami, agar kami tetap bertahan belajar di pesantren, menyelesaikan hafalan Al-Qur'an kami.


Masih terngiang manis pula dalam ingatan kami. Saat kami dijemput pulang di suatu liburan Ramadhan. kami mengemasi barang-barang kami, lalu masuk ke mobil. Setelah menyuruh kami berdoa, bapak lalu menyetir. Obrolan dan celotehan riang kami pun bersliweran, sahut menyahut. Riuh. Lalu, sambil dengan setengah bercanda, bapak memberi kami pertanyaan, "Besok kalau sudah di akhirat, kalau kamu ditanya sama Allah, tanganmu kau gunakan untuk apa, kamu njawabnya gimana? kalau bapak nanti akan bilang, 'Ya Allah, ini dulu tangan yang saya gunakan untuk menyetir mobil, untuk menjenguk anak-anak hamba yang mengahafalkan Al-Qur'an di pesantren' Ya Allah, ridhoi saya."

Ucapan beliau itu sampai sekarang masih selalu terngiang-ngiang di telinga kami. Semoga Allah merahmati kepergianmu bapak. Kami selalu mendoakanmu, Semoga Allah memberikan balasan terbaik atas nafkah yang kau berikan untuk mendidik kami. Ya Allah, kami bersaksi bahwa bapak kami telah mendidik kami dengan pendidikan terbaik yang bisa beliau lakukan. Terimalah seluruh ibadah dan amal baik beliau, ampunilah dosa-dosanya. Dan berikanlah penghormatan untuk bapak kami di akhirat. aamiin

.
.
.
.

Hehe... itu yang di tengah foto bapak kami saat masih muda. Ganteng kan.
trus yang disamping-sampingnya juga gak kalah ganteng lho. 

Oya, siapa ya yang paling mirip kira-kira? Haha.. :D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar