Jumat, 12 Februari 2016

Singkirkan Sejenak Smartphone-mu!


Ini kisah nyata. Benar terjadi...
Berlatar sebuah keluarga, terdiri atas Ayah, Ibu, Adik, dan Kakak. Persis seperti  gambaran keluarga berencana yang sering didengung-dengungkan. Keluarga ini mungkin terbilang cukup ideal, dikaruniai kelimpahan harta, anak-anak yang pandai, ayah yang pekerja keras, dan sosok ibu yang penyanyang.
Namun, semenjak barang mewah dalam genggaman itu hadir, semua keceriaan itu perlahan memudar, dan lambat laun terkikis, Bayangkan Ayah dengan gadgetnya, Ibu dengan smartphonenya, Kakak usia SMP dengan hapenya, dan Adik yang masih SD pun tak luput dibekali barang canggih ini. Smartphone,
Telepon cerdas, tujuan awal dibuatnya adalah untuk memudahkan orang. Pada kenyataannya saat ini, lebih sering menjadi, smartphone and stupid people, atau smartphone and lazy people, karena masing-masing kemudian teralihkan perhatiannya pada benda persegi itu. Menjadi malas bergerak, malas beraktivitas, akibatnya menjadi malas berpikir, dan seterusnya.
Begitu pula yang terjadi dengan keluarga ini. Tilawah Al-Qur’an yang dulunya rutin terdengar ba’da maghrib, kini mulai tergantikan posisinya dengan chatting di sosmed, porsi belajar adik kakak juga menjadi banyak tersita oleh mainan, games. Obrolan ayah sepulang kerja yang dulunya riuh sekarang mulai jarang. Candaan ibu yang mampu menghangatkan suasana, seakan terasa kering. Masing-masing telah terhipnotis dengan benda itu.
Yang lebih mengherankan, komunikasi verbal antar anggota keluarga mulai tergantikan fungsinya dengan tulisan jempol di gadget. Sering ibu memanggil kakak yang kamarnya berada di lantai dua lewat chatting, katanya malas bergerak. Kakak juga lebih sering sendirian menghabiskan waktunya dengan games, sesekali menge-chat si adik, minta diambilkan buku, atau cemilan. Adik juga tak mau kalah, biar kelihatan gaya, ikut-ikutan chattingan, nge-chat temen-temen sekolahnya yang punya hape. Ayah biasanya suka rebahan di sofa ruang tengah lepas shalat isya’, setelah seharian bekerja, dengan TV menyala, tapi tidak ditonton, sibuk dengan smartphonenya, katanya masih ada tugas kantor. Walhasil, walupun keluarga ini tampak berada dalam satu rumah, hakikatnya mereka tidak di rumah. Seakan mereka sudah mati sebelum mati karena jarang sekali berkomunikasi verbal, fokus mereka melayang jauh di luar sana.
Suatu malam, seperti biasa, Ayah sedang duduk di sofa ruang tengah, berbincang ringan lewat chat dengan ibu yang tiduran di kamar. Lama-kelamaan ada keanehan. “Kok, tulisan ayah di layar HP gak karuan sih,” pikir Ibu, “Ah.. paling hanya ketiduran, kan biasanya sering begitu.”
Alih-alih melihat suaminya di ruang tengah, si Ibu malah mengechat Kakak di lantai dua, “Kak, tolong turun ke bawah dong, lihatin ayah kalau sempat, udah tidur atau ngapain, kok TV nya masih nyala, tapi gak ada suara ayah..”
“Biarin aja bu, Ayah kan sering gitu, biasanya ketiduran di sofa tengah”, balas Kakak.
“Ya udah, kalau kamu gak bisa, minta tolong adikmu ya untuk lihat ayah lagi ngapain,” sambung Ibu,
Si Ibu melanjutkan kesibukan dengan smartphonenya, sementara Kakak segera mengechat Adik, menyampaikan pesan Ibu, tapi karena sudah larut malam dan ngantuk, Adik membalas, “Paling ketiduran kak, gakpapa, biasanya kan sering begitu.”
Dan jadilah tidak ada yang melihat keadaan Ayah di ruang tengah.
Tengah malam, saat Ibu terbangun mau shalat tahajjud, dilihatnya TV kok masih menyala, sementara suaminya tampak diam saja di sofa. Dipegangnya tangan suaminya dan diraba. Dingin. Seperti tidak ada nafasnya. Nadinya dicek, kok agak aneh.
Dengan tergesa-gesa plus panik, Ibu segara menghubungi rumah sakit terdekat, Lalu segera dibawa naik ambulan, masuk IGD. Dan ternyata setelah diperiksa, dokter memastikan suaminya telah tiada. Dan kemungkinan terjadi serangan jantung 4 atau 5 jam yang lalu. Innaa lillah wa inna ilaihi raaji’un.
Apa yang terpikirkan di benak kita? Banyak, tepat... karena tersibukkan dengan smartphone, sampai Ibu, Kakak, maupun Adik tidak sempat melihat keadaan Ayah malam itu, Karena tersibukkan dengan hape hingga lupa memperhatikan keluarga, tidak sempat menalqinkan bacaan ‘Laa ilaaha illallah’ sebelum nyawa sang Ayah dicabut Malaikat Maut. Lalu bagaimana akhir hayatnya? Apakah khusnul khotimah atau malah sebaliknya? Entahlah kita tidak tahu. Wallahu a’lam, Wal iyadzu billah..
Maka.. Mari kita ambil pelajaran,
Saat ayah berbicara, tinggalkan hapemu sejenak, arahkan pandanganmu fokus, dan dengarkan dengan penuh perhatian.
Saat adik bercerita, matikan hapemu, palingkan badanmu menghadapnya dan dengarkan sampai selesai, kalau perlu beri apresiasi.
Saat kakak meminta pendapat, tinggalkan sejenak hapemu, datangi dan tanyakan persoalannya, dan beri masukan.
Saat ibu memanggil, tutup chat medsosmu, datangi dan lakukan yang diperintahkan segera, jangan ditunda. Semoga itu menjadi birrul walidainmu
Saat bersama keluarga, tutuplah hapemu, tunda keinginan untuk membalas sms atau lainnya, bercandalah dengan mereka, berguraulah, karena kata Rasulullah, candaan dan gurauanmu pada keluargamu adalah ibadah, berpahala.
Setelah shalat maghrib dan shubuh, biarkanlah hapemu tergeletak, sebagai gantinya, ambillah mushaf Al-Qur’an dan baca dengan penuh penghayatan, semoga tilawahmu menjadi jalan keberkahan bagi keluargamu.
Jangan sampai smartphone kita melalaikan kita dari dzikrullah, melalaikan kita dari keluarga, melupakan tugas-tugas dan kewajiban kita yang paling utama, karena bisa jadi, bersebab smartphone lah, kita mendapatkan akhir kehidupan yang buruk, su’ul khotimah, wal iyadzu billah. Kita memohon perlindungan kepada Allah dari keburukan tersebut.
Akhirnya, mari kita ingat kembali seruan Allah dalam Al-Qur’an,

Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi.” [QS. Al-Munafiqun: 9]  



Tidak ada komentar:

Posting Komentar