Kamis, 21 Januari 2016

Sesuatu Itu Bernama Cinta


[Part 1]

Pernah suatu waktu, saya tanyakan kepada ibu, “Bu, kenapa kok masakan ibu selalu enak sih?”, “Resepnya apa ya?

Sambil tersenyum, beliau menjawab, “Resepnya cuma ada satu, cinta..”

“Kok bisa bu..”, tanya saya. “Ya, masaknya pake cinta, cinta supaya anak-anaknya bisa makan enak, sehat, dan gak sakit.” Kata beliau.

Pernah di lain waktu, saya tanya lagi, “Bu, kok ini sayurnya enak sekali sih.. nama sayurnya apa?”

“Namanya...,” kata ibu saya, “Ini sayur sak sae, (terserah), hehe..”
“Beneran kok bu, namanya sayur apa?” saya penasaran.
Ibu saya dengan santainya bilang, “lha iya bener, namanya sayur sak sae, coba aja kamu cari sayur kayak gitu di luar, gak bakalan ada.” “Wong ibu aja gak tahu nama sayurnya apa.. yang penting enak, bisa dimakan kan? Hehe...” Lanjut beliau
“Hehe.. iya bu, enak banget.”
Ya, memang seperti itulah Ibu saya, beliau pintar memadupadankan masakan, dan harus saya akui, masakan ibu selalu enak, entah kenapa. Saking enaknya, setahu saya, bapak jarang sekali makan di luar, mesti selalu makan di rumah. Dan rupanya itu nular ke anak-anaknya.
Bahkan, seringkali saya hanya makan dua kali sehari, makan pagi saat berangkat dan sore saat pulang lagi ke rumah. Kadang cuma sekali. Saya rela menahan lapar, tidak makan siang, tidak makan di warung atau yang sejenisnya, hanya untuk bisa makan enak di rumah.. hehe.
Saya juga aneh memang.. hehe

Tapi, satu hal yang saya tahu pada akhirnya kenapa masakan ibu selalu enak, “Ya, sesuatu itu adalah cinta.”
______________________________________

[Part 2]

Lain waktu lagi, ketika kami panen rambutan di kebun belakang rumah. Setelah puas memetik rambutan, saya lalu mengupas satu dan memakannya. “Hmm.. manis sekali. Ini kalau cuma ngambil satu nggak enak nih, enaknya kalau ngambil banyak, hehe...”

“Bu, kok rambutannya bisa manis banget gini ya? Beda sama yang dijual di pasar sih?”, saya ngasal tanya.

Ibu saya bilang sambil setengah bercanda, “Ya iyalah, ini dulu rambutan yang nanam bapakmu. Nanamnya aja pake cinta kok, ya jelas enak, manis, hehe..”

Saya heran, “Pake cinta gimana maksudnya bu?” sambil mengernyitkan dahi.

“Ya, pake cinta, supaya anak-anaknya bisa ikut ngerasain, cucu-cucunya juga nanti supaya bisa ikut ngerasain..“ Beliau jawab dengan santainya.

“Haha.. bener-bener. Masya Allah.” Batin saya.

Memang inilah kebiasaan baik bapak kami dulu, yang mungkin perlu kami teruskan. Di sela-sela kesibukan beliau bekerja dan mengajar, beliau dulu sering mengajak kami, anak-anaknya, untuk sekali waktu menanami pekarangan di belakang rumah dengan berbagai macam tetanaman dan pepohonan, mulai dari singkong, bayam, mentimun, jagung, nangka, alpukat, leci, rambutan, pepaya, pisang, jeruk bali, jeruk purut, mangga, kedondong, jambu biji, jambu merah, jambu air, matoa, sawo, markisa, dan masih banyak lainnya lagi.

Praktis, karena ditanami banyak tetanaman dan pepohonan, ketika musim buah tiba, kami tinggal milih mau buah apa, dan tinggal petik atau panen sendiri. Bahkan terkadang saking banyaknya, sampai harus dibagi-bagi ke tetangga kiri-kanan. Dan ini sangat menyenangkan.

Pernah, suatu ketika, saya tanya ke beliau, “Bapak, kenapa kok bapak nanam banyak sekali pohon? Nanti jadi kayak hutan lho kebunnya, hehe...”

Sambil melihat saya beliau bilang, “Mam, kamu sekarang mungkin belum ngerasakan manfaatnya, tapi nanti suatu saat bakal nikmatin hasilnya,” Lanjut beliau, “Apalagi kalau sampai kamu nanti bisa makan buahnya, baru tahu enaknya, nanam pohon ini juga sedekah kok.”

“Bapak, Lha kok bisa jadi sedekah, gimana itu?” saya bingung.

“Nanti kalau ini udah gede, trus buah, buahnya jatuh, diambil orang, atau dimakan burung, kan jadi sedekah juga.” Beliau menjelaskan.

“Oh ya, bener juga.” 

Dan pada akhirnya saya tahu kenapa bapak menanam banyak sekali tetanaman itu untuk kami, “Ya, sesuatu itu bernama cinta.”
_________________________________________

[Part 3]

Saya kemudian memikirkan bagaimana Allah sangat mencintai saya. Saya diberikan kedua orang tua yang luar biasa, yang mendidik dan merawat saya dengan penuh kasih sayang. Dan, saya rasa teman-teman juga merasakan hal yang serupa. Mudah-mudahan... kalaupun tidak, maka mari kita sadari betapa Allah itu sangat baik, sangat pengasih, dan sangat sayang kepada kita. 

Bahkan kasih sayang-Nya kepada kita melebihi kasih sayang orang tua kita kepada kita. Dia sangat menginginkan kebaikan untuk hamba-hamba-Nya. Coba perhatikan nikmat-nikmatnya berikut:

Kita dilahirkan ke dunia dalam keadaan sempurna, tidak cacat, tidak mengalami kelainan kongenital (bawaan). Masya Allah.

Kita dilahirka ke dunia ini dari orang tua yang muslim, yang mengenalkan kepada kita nikmatnya Islam. Mengenalkan kepada kita Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.

Dan sampai saat ini, kita masih diberikan kehidupan, jantung kita masih berdetak dengan baik, (tidak ada murmur, pansistolik, klik ejeksi, atau lain sebagainya, hehe)

Kita masih bisa bernapas dengan normal, tidak perlu alat tambahan. Kita bisa melihat dengan sempurna, mendengar dengan jelas, memegang sesuatu, berjalan, berlari, merasakan kasar dan halus, bahkan berpikir dengan sempurna.

Bukankah itu nikmat yang luar biasa?

Allah berikan itu semua kepada kita secara cuma-cuma, padahal kita masih sering bermaksiat, melihat yang haram, mendengar yang terlarang, berbicara keji, memakan yang tidak thayyib, mengambil yang bukan hak kita, dan berbagai maksiat lainnya, tapi mengapa Allah tidak serta merta mencabut semua nikmat tersebut, atau bahkan mencabut langsung nyawa kita melalui malaikat-Nya?

Bahkan sebaliknya, Dia memberikan waktu kepada kita untuk kembali kepada-Nya, bertaubat dengan taubatan yang sesungguhnya. Mengapa begitu?

Allah itu sangat cemburu jika cinta-Nya diduakan. Ya, Allah sangat Pencemburu, melebihi siapa pun, sebagaimana diriwayatkan dari Asma’ binti Abu Bakar radhiyallahu’anhuma, suatu saat dia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada seorang pun yang lebih pencemburu daripada Allah ‘azza wa jalla.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Kapan Allah cemburu? Allah sangat cemburu ketika ada hamba-Nya yang mendatangi sesuatu yang haram. Abu Hurairah radhiyallahu’anhu meriwayatkan, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “..... Adapun kecemburuan Allah itu akan bangkit tatkala seorang mukmin melakukan sesuatu yang Allah haramkan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Alhasil, pada akhirnya kita harus tahu mengapa Allah begitu cemburu,  “Ya, sesuatu itu bernama cinta.”

Ya Allah, ampunilah dosa-dosa kami, dan dosa kedua orang tua kami, sebagaimana mereka mengasihi kami pada waktu kecil.

Ya Allah, hidupkanlah kami diatas iman, dan matikanlah kami dalam keadaan muslim, wafatkanlah dalam keadaan khusnul khotimah.

Ya Allah, tolonglah kami untuk selalu mengingat-Mu, bersyukur kepada-Mu, dan beribadah kepada-Mu dengan sebaik-baiknya.

Ya Allah.... Jadikanlah Ibu dan Bapak kami.....
termasuk orang-orang, yang Neraka (saja) berbicara kepada mereka:"Berlalulah kamu (dariku).... karena cahayamu telah memadamkan apiku"
dan termasuk orang-orang, yang Surga (sampai) berbicara kepada mereka: "Terimalah... karena aku telah sangat merindukanmu (sejak) sebelum melihatmu."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar