[Part 1]
Pernah suatu waktu, saya tanyakan kepada ibu, “Bu, kenapa kok masakan ibu
selalu enak sih?”, “Resepnya apa ya?
Sambil tersenyum, beliau menjawab, “Resepnya cuma ada satu, cinta..”
“Kok bisa bu..”, tanya saya. “Ya, masaknya pake cinta, cinta supaya
anak-anaknya bisa makan enak, sehat, dan gak sakit.” Kata beliau.
Pernah di lain waktu, saya tanya lagi, “Bu, kok ini sayurnya enak sekali
sih.. nama sayurnya apa?”
“Namanya...,” kata ibu saya, “Ini sayur sak sae, (terserah), hehe..”
“Beneran kok bu, namanya sayur apa?” saya
penasaran.
Ibu saya dengan santainya bilang, “lha iya bener,
namanya sayur sak sae, coba aja kamu cari sayur kayak gitu di luar, gak
bakalan ada.” “Wong ibu aja gak tahu nama sayurnya apa.. yang penting enak,
bisa dimakan kan? Hehe...” Lanjut beliau
“Hehe.. iya bu, enak banget.”
Ya, memang seperti itulah Ibu saya, beliau pintar memadupadankan masakan,
dan harus saya akui, masakan ibu selalu enak, entah kenapa. Saking enaknya, setahu
saya, bapak jarang sekali makan di luar, mesti selalu makan di rumah. Dan
rupanya itu nular ke anak-anaknya.
Bahkan, seringkali saya hanya makan dua kali sehari, makan pagi saat
berangkat dan sore saat pulang lagi ke rumah. Kadang cuma sekali. Saya rela
menahan lapar, tidak makan siang, tidak makan di warung atau yang sejenisnya, hanya
untuk bisa makan enak di rumah.. hehe.
Saya juga aneh memang.. hehe
Tapi, satu hal yang saya tahu pada akhirnya kenapa masakan ibu selalu enak,
“Ya, sesuatu itu adalah cinta.”
______________________________________
[Part 2]
Lain waktu lagi, ketika kami panen rambutan di kebun belakang rumah. Setelah
puas memetik rambutan, saya lalu mengupas satu dan memakannya. “Hmm.. manis
sekali. Ini kalau cuma ngambil satu nggak enak nih, enaknya kalau ngambil
banyak, hehe...”
“Bu, kok rambutannya bisa manis banget gini ya? Beda sama yang dijual di
pasar sih?”, saya ngasal tanya.
Ibu saya bilang sambil setengah bercanda, “Ya iyalah, ini dulu rambutan
yang nanam bapakmu. Nanamnya aja pake cinta kok, ya jelas enak, manis, hehe..”
Saya heran, “Pake cinta gimana maksudnya bu?” sambil mengernyitkan dahi.
“Ya, pake cinta, supaya anak-anaknya bisa ikut ngerasain, cucu-cucunya juga
nanti supaya bisa ikut ngerasain..“ Beliau jawab dengan santainya.
“Haha.. bener-bener. Masya Allah.” Batin saya.
Memang inilah kebiasaan baik bapak kami dulu, yang mungkin perlu kami teruskan.
Di sela-sela kesibukan beliau bekerja dan mengajar, beliau dulu sering mengajak
kami, anak-anaknya, untuk sekali waktu menanami pekarangan di belakang rumah
dengan berbagai macam tetanaman dan pepohonan, mulai dari singkong, bayam,
mentimun, jagung, nangka, alpukat, leci, rambutan, pepaya, pisang, jeruk bali,
jeruk purut, mangga, kedondong, jambu biji, jambu merah, jambu air, matoa,
sawo, markisa, dan masih banyak lainnya lagi.
Praktis, karena ditanami banyak tetanaman dan pepohonan, ketika musim buah
tiba, kami tinggal milih mau buah apa, dan tinggal petik atau panen sendiri. Bahkan
terkadang saking banyaknya, sampai harus dibagi-bagi ke tetangga kiri-kanan. Dan
ini sangat menyenangkan.
Pernah, suatu ketika, saya tanya ke beliau, “Bapak, kenapa kok bapak nanam
banyak sekali pohon? Nanti jadi kayak hutan lho kebunnya, hehe...”
Sambil melihat saya beliau bilang, “Mam, kamu sekarang mungkin belum ngerasakan
manfaatnya, tapi nanti suatu saat bakal nikmatin hasilnya,” Lanjut beliau, “Apalagi
kalau sampai kamu nanti bisa makan buahnya, baru tahu enaknya, nanam pohon ini
juga sedekah kok.”
“Bapak, Lha kok bisa jadi sedekah, gimana itu?” saya bingung.
“Nanti kalau ini udah gede, trus buah, buahnya jatuh, diambil orang, atau
dimakan burung, kan jadi sedekah juga.” Beliau menjelaskan.
“Oh ya, bener juga.”
Dan pada akhirnya saya tahu kenapa bapak menanam
banyak sekali tetanaman itu untuk kami, “Ya, sesuatu itu bernama cinta.”
_________________________________________
[Part 3]
Saya kemudian memikirkan bagaimana Allah sangat mencintai saya. Saya diberikan kedua orang tua yang luar biasa, yang mendidik dan merawat saya dengan penuh kasih sayang. Dan, saya rasa teman-teman juga merasakan hal yang serupa. Mudah-mudahan... kalaupun tidak, maka mari kita sadari betapa Allah itu sangat baik, sangat pengasih, dan sangat sayang kepada kita.
Saya kemudian memikirkan bagaimana Allah sangat mencintai saya. Saya diberikan kedua orang tua yang luar biasa, yang mendidik dan merawat saya dengan penuh kasih sayang. Dan, saya rasa teman-teman juga merasakan hal yang serupa. Mudah-mudahan... kalaupun tidak, maka mari kita sadari betapa Allah itu sangat baik, sangat pengasih, dan sangat sayang kepada kita.
Bahkan kasih sayang-Nya kepada kita
melebihi kasih sayang orang tua kita kepada kita. Dia sangat menginginkan
kebaikan untuk hamba-hamba-Nya. Coba perhatikan nikmat-nikmatnya berikut:
Kita dilahirkan ke dunia dalam keadaan sempurna,
tidak cacat, tidak mengalami kelainan kongenital (bawaan). Masya Allah.
Kita dilahirka ke dunia ini dari orang tua yang
muslim, yang mengenalkan kepada kita nikmatnya Islam. Mengenalkan kepada kita
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.
Dan sampai saat ini, kita masih diberikan
kehidupan, jantung kita masih berdetak dengan baik, (tidak ada murmur,
pansistolik, klik ejeksi, atau lain sebagainya, hehe)
Kita masih bisa bernapas dengan normal, tidak
perlu alat tambahan. Kita bisa melihat dengan sempurna, mendengar dengan jelas,
memegang sesuatu, berjalan, berlari, merasakan kasar dan halus, bahkan berpikir
dengan sempurna.
Bukankah itu nikmat yang luar biasa?
Allah berikan itu semua kepada kita secara cuma-cuma, padahal kita masih
sering bermaksiat, melihat yang haram, mendengar yang terlarang, berbicara
keji, memakan yang tidak thayyib, mengambil yang bukan hak kita, dan berbagai
maksiat lainnya, tapi mengapa Allah tidak serta merta mencabut semua nikmat
tersebut, atau bahkan mencabut langsung nyawa kita melalui malaikat-Nya?
Bahkan sebaliknya, Dia memberikan waktu kepada kita untuk kembali
kepada-Nya, bertaubat dengan taubatan yang sesungguhnya. Mengapa begitu?
Allah itu sangat cemburu jika cinta-Nya diduakan. Ya, Allah sangat
Pencemburu, melebihi siapa pun, sebagaimana diriwayatkan dari Asma’ binti Abu
Bakar radhiyallahu’anhuma, suatu saat dia mendengar Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada seorang pun yang lebih pencemburu
daripada Allah ‘azza wa jalla.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Kapan Allah cemburu? Allah sangat cemburu ketika ada hamba-Nya yang
mendatangi sesuatu yang haram. Abu Hurairah radhiyallahu’anhu meriwayatkan,
bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “..... Adapun kecemburuan
Allah itu akan bangkit tatkala seorang mukmin melakukan sesuatu yang Allah
haramkan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Alhasil, pada akhirnya kita harus tahu mengapa Allah begitu cemburu, “Ya, sesuatu itu bernama cinta.”
Ya Allah, ampunilah dosa-dosa kami, dan dosa kedua orang tua kami,
sebagaimana mereka mengasihi kami pada waktu kecil.
Ya Allah, hidupkanlah kami diatas iman, dan matikanlah kami dalam keadaan
muslim, wafatkanlah dalam keadaan khusnul khotimah.
Ya Allah, tolonglah kami untuk selalu mengingat-Mu, bersyukur kepada-Mu,
dan beribadah kepada-Mu dengan sebaik-baiknya.
Ya Allah.... Jadikanlah Ibu dan Bapak kami.....
termasuk orang-orang, yang Neraka (saja) berbicara kepada mereka:"Berlalulah
kamu (dariku).... karena cahayamu telah memadamkan apiku"
dan termasuk orang-orang, yang Surga (sampai) berbicara kepada mereka: "Terimalah...
karena aku telah sangat merindukanmu (sejak) sebelum melihatmu."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar