Oleh: Humamuddin
Pendidikan Bahasa Arab
Sekolah Tinggi Islam Al-Mukmin (STIM) Ngruki Sukoharjo
Anda bisa men-download ulasan tentang 'Perjanjian-Perjanjian yang Diikuti Rasulullah' di link berikut.
Semasa hidupnya, Rasulullah Shallallhu 'Alaihi Wasallam banyak sekali melakukan perjanjian, perundingan, dan kesepakatan dengan masyarakat di sekitarnya. Baik sebelum maupun
sesudah menjadi nabi. Hal ini menunjukkan bahwa Beliau adalah orang yang sangat memperhatikan terciptanya kedamaian dan ketentraman dalam masyarakat. Juga menjadi bukti bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam merupakan seorang yang pandai berdiplomasi sekaligus politikus handal di zamannya. Berikut adalah beberapa perjanjian yang pernah diikuti
oleh beliau disarikan dari kitab Ar-Rahiqul Makhtum karya Syaikh Shafiyyurrahman
Al-Mubarakfuri.
1. Hilful
Fudhul
Perjanjian ini terjadi sebelum Beliau Shallallahu 'alaihi wasallam diutus menjadi rasul, tepat setelah perang Fijar, pada bulan Dzulqa’dah. Hampir seluruh
kabilah Quraisy berkumpul dalam perjanjian ini, terdiri dari Bani Hasyim, Bani
Muthalib, Asad bin Abdul Uzza , Zahrah bin Kilab, dan Taim bin Murrah, Rasulullah
Saw menghadiri pula perjanjian ini. Mereka berkumpul di kediaman Abdullah bin Jud’an At-taimi. Adapun isi perjanjian tersebut adalah:
- Bersepakat dan berjanji untuk tidak membiarkan ada orang yang didhalimi di Mekkah, baik dia penduduk asli maupun pendatang.
- Dan bila hal itu terjadi, maka mereka akan bergerak menolongnya hingga dia meraih haknya kembali
Setelah beliau dimuliakan Allah dengan risalah, beliau
berkomentar:
“Aku telah
menghadiri suatu perjanjian di kediaman Abdullah bin Jud’an yang lebih aku sukai ketimbang aku memiliki
unta merah. Andai pada masa Islam Aku diundang untuk menghadirinya, niscaya Aku
akan memenuhinya”
2. Mitsaqudh
Dhulmi (Piagam Kedhaliman)
Orang-orang musyrik berkumpul di kediaman Bani Kinanah yang
terletak di lembah Al-Mahshib dan bersumpah untuk tidak menikahi Bani Hasyim
dan Bani Muthalib, tidak berjual beli dengan mereka, tidak berkumpul, berbaur,
memasuki rumah, berbicara serta tidak akan menerima perdamaian dari mereka dan
tidak akan berbelas kasihan dengan mereka sebelum mereka menyerahkan Rasulllah Saw untuk
dibunuh. Pernyataan tersebut ditulis oleh Baghidh bin Amir bin Hasyim.
Rasulullah mendoakan keburukan atasnya dan dia pun mengalami kelumpuhan di
tangannya sebagaimana doa beliau.
3. Baiat
Aqabah I (Perjanjian Aqabah 1)
Perjanjian ini terjadi di sisi bukit Aqabah di Mina. Terjadi pada musin haji tahun 11 Hijriyah dari kenabian,
bertepatan dengan Juli 621 M, datanglah 12 orang laki-laki, diantaranya 5 orang
dari 6 orang yang pernah menghubungi beliau pada musim haji tahun sebelumnya,
seorang yang tidak hadir kali ini adalah Jabir bin Abdullah bin Ri’ab, 12 orang
itu adalah:
1) Muadz bin Al-Harits bin Afra’ - Bani Najir (suku Khajraj)
2) Dzakwah bin Abdul Qais
- Bani Zuraiq (suku Khajraj)
3) Ubadah bin Ash-Shamit - Bani Ghanam (suku Khajraj)
4) Yazid bin Tsa’labah - sekutu Bani Ghanam (suku Khajraj)
5) Al-Abbas bin Ubadah bin Nadhlah - suku Bani Salim (suku
Khajraj)
6) Abu Al-Haitsam bin Ali Taihan - suku Bani Abdul Asyhal(suku Aus)
7) Uwaim bin Sa’idah - Bani Amr bin Auf (suku Aus)
8) As’ad bin Zurarah- Bani Najjar
9) Auf bin Al-Harits bin Rifa’ah bin Afra’- Bani Najjar
10) Rafi’ bin Malik bin Al-Ajlan- Bani Zuraiq
11) Quthbah bin Amir bin Hadidah- Bani Salamah
12) Aqabah bin Amir bin Nabi- Bani Hiram bin Ka’ab
Isi dari Baiat Aqabah ini adalah sebagaimana yang telah
diriwayatkan Al-Bukhori dari Ubadah bin Ash-Shamit bahwa Rasulullah Saw
bersabda:
”Kemarilah dan berbaiat kepadaku untuk tidak menyekutukan
Allah dengan sesuatu apapun, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh
anak-anak kalian, tidak berbuat dusta yang kalian ada-adakan antara tangan dan
kaki kalian dan tidak berbuat maksiat terhadapku dalam hal yang makruf.
Siapa saja diantara kamu yang menepati, maka Allah-lah yang
akan mengganjar pahalanya, dan siapa saja yang mengenai sesuatu dari hal itu
lalu diberi sanksi karenanya di dunia, maka itu adalah penebus dosa baginya,
siapa saja yang mengenai sesuatu dari hal itu lalu Allah menutupi aibnya , maka
urusannya tergantung kepada Allah, jika Dia menghendaki, Dia mengadzabnya dan
jika Dia menghendaki, Dia akan memaafkannya.”
4. Baiat Aqabah II (Perjanjian Aqabah 2)
Pada musin haji tahun 13 Hijriyah dari kenabian, bertepatan
dengan Juli 622 M, hampir tujuh puluh orang muslim madinah datang ke Mekkah
untuk menunaikan manasik haji. Seorang pemimpin Anshar, Ka’ab bin Malik
Al-Anshari meyebutkan bahwa mereka terdiri dari 30 orang
laki-laki dan 2 orang perempuan, yaitu Nusaibah binti Ka’ab (Ummu ‘Ammar) dari
Bani Mazin bin An-Najjar dan Asma’ binti Amr (Ummu Mani’) dari Bani Salamah.
Isi dari baiatnya adalah:
- Mendengar dan taat kepada Rasulullah dalam kondisi semangat maupun malas
- Berinfak ketika masa sulit dan mudah
- Berbuat amar ma’ruf dan nahi munkar
- Tegar di jalan Allah, tidak peduli dengan celaan para pencela selama berada di jalan Allah
- Menolong Rasulullah ketika beliau datang kepada mereka, Mereka melindungi beliau dari hal yang biasa mereka lakukan untuk melindungi diri mereka sendiri, istri-istri dan anak-anak mereka, jika ini mereka lakukan, maka bagi mereka surga.
Rasulullah juga meminta agar dipilih dua belas orang kepala
kaum untuk menjadi pemimpin bagi kaum mereka dan Beliau mengambil perjanjian
terhadap mereka untuk diserahi tanggung jawab dalam melaksanakan poin-poin
baiat tersebut, mereka terdiri dari sembilan orang suku Khajraj dan tiga orang
suku Aus.
Para pemimpin terpilih dari suku Khajraj adalah:
1) Asad bin Zurarah bin ‘Ads
2) Sa’ad bin Ar-rabi’ bin Amr
3) Abdullah bin Rawahah bin Tsa’labah
4) Rafi’ bin Malik bin Al-Ajlan
5) Al-Bara’ bin Ma’rur bin Sakhr
6) Abdullah bin Amr bin Haram
7) Ubadah bin Ash-Shamit bin Qais
8) Sa’ad bin Ubadah bin Dulaim
9) Al-Mundzir bin Amr bin Khunais
Sementara para pemimpin terpilih dari suku Aus adalah:
1) Usaid bin Hudhair bin
Sammak
2) Sa’ad bin Khaitsamah bin Al-Harits
3) Rifa’ah bin Abdul Mundzir bin Zubair
5. Mitsaqul Madinah (Piagam Madinah)
Mitsaqul Madinah ini mencakup perjanjian di kalangan kaum muslimin sendiri, dan perjanjian dengan Yahudi di Madinah.
A. Perjanjian di kalangan kaum muslimin
Antara Nabi dan kaum muslimin Quraisy serta Yatsrib serta
siapapun yang mengikuti, menyusul mereka dan berjihad bersama mereka kelak. Isi perjanjiannya adalah:
- Mereka adalah umat yang satu di luar golongan lain
- Saling bekerja sama dalam menerima atau membayar suatu tebusan dengan adat kebiasaan yang berlaku.
- Tak boleh meninggalkan seorang pun yang menanggung beban hidup diantara mereka serta memberinya secara makruf dalam membayar tebusan atau membebaskan tawanan.
- Harus melawan orang yang berbuat zalim.
- Tak boleh membunuh orang mukmin karena membela seorang kafir.
- Tak boleh membantu orang kafir dengan mengabaikan orang mukmin lainnya.
- Orang yahudi yang mengikuti mereka berhak mendapatkan pertolongan dan persamaan hak.
- Tak boleh mengadakan perdamaian sendiri dengan selain mukmin dalam suatu peperangan di jalan Allah.
- Orang musyrik tak boleh melindungi harta atau orang Quraisy dan tak boleh merintangi orang mukmin.
- Siapa yang membunuh orang mukmin yang tak bersalah harus mendapat hukuman setimpal kecuali apabila pihak walinya merelakannya, dan setiap mukmin harus bangkit membela.
- Tak boleh membantu dan menampung orang jahat. Siapa yang melakukannya, dia berhak mendapat laknat Allah dan murka-Nya pada hari kiamat dan tak ada tebusan yang bisa diterima.
- Perkara apapun yang diperselisihkan harus dikembalikan pada Allah dan Rasul-Nya Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam
B. Perjanjian
dengan Yahudi di Madinah
Butir- butir perjanjian tersebut adalah:
- Orang-orang yahudi Bani Auf adalah satu umat dengan orang mukmin, bagi mereka agama dan pengikut mereka begitupula bagi orang mukmin. Hal ini berlaku pula bagi orang yahudi selain Bani Auf.
- Orang yahudi wajib menanggung nafkah mereka sendiri, begitupula kaum muslimin.
- Semua pihak saling membantu dalam menghadapi musuh yang hendak membatalkan perjanjian ini.
- Mereka saling menasihati, berbuat baik, dan tidak boleh berbuat jahat.
- Wajib membantu orang yang dizalimi
- Orang yahudi harus sepakat dengan orang mukmin ketika kaum muslimin terjun dalam kancah pertempuran
- Yatsrib adalah kota yang dianggap suci bagi setiap orang yang menyetujui perjanjian ini.
- Jika terjadi sesuatu atau perselisihan diantara mereka yang dikhawatirkan menimbulkan kerusakan, maka penyelesaiannya dikembalikan kepada Allah dan Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam.
- Orang-orang Quraisy tak boleh mendapat perlindungan dan tidak boleh ditolong.
- Mereka harus saling tolong menolong dalam menghadapi orang yang hendak menyerang Yatsrib.
- Perjanjian ini tak boleh dilanggar, kecuali memang dia orang yang zalim dan jahat.
6. Perjanjian dengan Bani Juhainah
Bani Juhainah merupakan suatu suku yang bertempat tinggal berjarak 3 Marhalah dari
Madinah. Satu Marhalah sama dengan perjalanan kaki selama satu hari. Isi perjanjiannya adalah bahwa mereka saling bekerja sama dan tidak saling
menyerang antara kedua belah pihak.
7. Perjanjian dengan Bani Dhamrah
Terjadi pada perang Abwa’ atau Waddan, pada bulan Shafar 2 H
bertepatan dengan Agustus 623 M. Isi perjanjian antara Rasulullah dengan Amr bin Makhsyi,
pemimpin Bani Dhamrah adalah sebagai berikut:
“Ini adalah perjanjian dari Muhammad, utusan Allah, dengan
Bani Dhamrah. Sesungguhnya harta dan diri mereka dijamin keamanannya, dan
mereka berhak mendapatkan pertolongan jika ada yang menyerang mereka, kecuali
jika mereka memerangi agama Allah. Jika Nabi mengajak mereka agar memberi
pertolongan, maka mereka harus memenuhinya.”
8. Perjanjian dengan Bani Mudlij
Terjadi pada perang Dzul Usyairah, pada Jumadil Ula dan
Jumadil akhirah 2 H bertepatan dengan November dan Desember 623 M. Isi perjanjian antara Rasulullah dengan Bani Mudlij, sekutu
Bani Dhamrah yaitu: saling bekerja sama dan tidak saling menyerang antara kedua
belah pihak.
9. Perjanjian Baiatur Ridwan
Rasulullah melakukan baiat kepada kaum muslimin yang ingin
berumrah bersama beliau pada tahun ini. Hal ini terjadi karena tersiar kabar bahwa Utsman bin Affan
yang menjadi duta Rasulullah untuk kaum Quraisy telah terbunuh. Maka para
sahabat berkerumun di sekeliling beliau dan mengucapkan baiat untuk tidak
melarikan diri. Bahkan, diantara mereka ada yang berbaiat untuk bersedia mati.
Orang yang pertama mengucapkan baiat adalah Sinan Al-Asadi, sementara itu
Salamah Al-Akwa’ mengucapakan baiat hingga tiga kali. Dalam baiat ini, beliau memegang tangannya sendiri lalu
bersabda: ”Ini (baiat) untuk Utsman.”
10. Perjanjian Hudaibiyah
Terjadi pada Dzulqa’dah 6 H antara Rasulullah dan kaum
Quraisy yang diwakili Suhail Bin Amr. Isi kesepakatan perjanjian Hudaibiyah:
- Rasulullah harus pulang pada tahun ini dan tak boleh masuk Mekkah kecuali pada tahun depan bersama kaum Muslimin. Mereka diberi jangka waktu selama tiga hari berada di Mekkah dan hanya boleh membawa senjata yang biasa dibawa musafir, yaitu pedang yang disarungkan. Sementara pihak Quraisy tidak boleh menghalangi sedikitpun.
- Gencatan senjata antara kedua belah pihak selama sepuluh tahun.
- Siapa yang ingin bergabung dengan pihak Muhammad dan perjanjiannya, dia boleh melakukannya, begitu pula dengan pihak Quraisy .
- Kabilah manapun yang bergabung dengan salah satu pihak, maka kabilah itu menjadi bagian dari pihak tersebut. Dengan demikian penyerangan yang ditujukan kepada kabilah tertentu dianggap sebagai penyerangan terhadap pihak yang bersangkutan dengannya.
- Siapapun orang Quraisy yang melarikan diri ke pihak Muhammad tanpa izin walinya, dia harus dikembalikan kepada pihak Quraisy. Dan siapapun dari pihak Muhammad yang melarikan diri ke pihak Quraisy, dia tidak boleh dikembalikan kepada Muhammad.
11. Perundingan Khaibar
Perundingan ini terjadi antara Rasulullah dengan Ibnu Abil
Huqaiq pada Muharram 7 H di daerah Khaibar. Isi perundingannya adalah:
- Orang-orang Yahudi yang berada dalam benteng tidak dibunuh dan anak-anak tidak ditawan
- Mereka siap meninggalkan Khaibar dengan segenap keluarga, menyerahkan semua harta kekayaan Khaibar seperti tanah, emas, perak, kuda dan keledai, baju perang, kecuali pakaian-pakaian yang bisa dikenakan.
- Rasulullah melepaskan perlindungan dari Allah dan Rasul-Nya kepada mereka apabila mereka menyembunyikan sesuatu pun dari harta benda.
- Tetapi pada akhirnya, Rasulullah mempersilakan tanah Khaibar untuk diolah dan dikelola oleh Yahudi Khaibar dengan syarat sebagian hasil tanaman dan panen buahnya diserahkan kepada Rasulullah SAW.
- Tanah di Khaibar dibagi menjadi 36 kelompok, setiap kelompok dibagi menjadi 100 bagian sehingga ada 3600 bagian dan kaum muslimin mendapat separuhnya yaitu 1800 bagian, shahabat yang ditunjuk Rasulullah untuk membuat estimasi pembagian hasil pengolahan tanah ini adalah Abdullah bin Rawahah.
12. Perundingan dengan Yahudi Fadak
Perundingan ini terjadi antara Rasulullah dengan kaum Yahudi
Fadak. Inti perjanjian ini adalah mereka sanggup menyerahkan separuh
hasil Fadak, seperti kesediaan penduduk Khaibar, dan pembagian dari Fadak ini
murni bagi Rasulullah karena kaum muslimin sama sekali tidak mengerahkan
pasukan kuda atau pejalan kaki ke sana.
13. Perundingan dengan Yahudi Taima’
Perundingan ini terjadi antara Rasulullah dengan kaum Yahudi
Taima’ yaitu Bani Adi. Yang bertugas menulis surat perjanjian ini adalah Khalid bin
Sa’id. Perjanjian ini dituangkan dalam sebuah tulisan, yang isinya:
“Inilah
perjanjian Muhammad Rasul Allah dengan Bani Adi, bahwa mereka mendapat jaminan
sebagai ahli dzimmah. Mereka harus menyerahkan jizyah, tidk ada permusuhan dan
kepindahan ke tempat lain.”
14. Perundingan dengan segolongan penduduk Ghathafan
Perundingan ini terjadi antara Rasulullah dengan segolongan
penduduk Ghathafan ketika beliau tiba di suatu tempat yang disebut Nakl yang
jaraknya perjalanan kaki dua hari dari Madinah. Perjalanan ini dalam rangka
peperangan Dzatur Riqa’. Mereka melakukan perjanjian dengan Nabi dan menawarkan
perdamaian sehingga tidak terjadi pertempuran.
15. Perundingan dengan penduduk Ailah, Jarba’ dan Adruj
Ketika Rasulullah tiba
di Tabuk, beliau didatangi Yuhannah bin Ru’bah, pemimpin Ailah,
menawarkan perjanjian damai dengan beliau dan siap menyerahkan jizyah kepada
beliau. Begitu pula yang dilakukan penduduk Jarba’ dan Adruj.
Beliau menulis selembar perjanjian yang kemudian mereka pegang. Untuk pemimpin Ailah , beliau menulis perjanjian sebagai berikut:
Beliau menulis selembar perjanjian yang kemudian mereka pegang. Untuk pemimpin Ailah , beliau menulis perjanjian sebagai berikut:
“Bismillahirrahmaanirrahiim. Ini merupakan surat
perjanjian dari Allah dan Muhammad, Nabi dan Rasul Allah, kepada Yuhannah bin
Ru’bah dan penduduk Ailah. Perahu dan kendaraan mereka di daratan dan lautan
berhak mendapatkan jaminan perlindungan Allah dan Muhammad Sang Nabi, juga
berlaku bagi siapapun yang bersamanya dari penduduk Syam dan penduduk di
sekitar pantai. Siapapun diantara mereka yang melanggar perjanjian, hartanya
tidak akan dapat melindungi dirinya, yang berarti siapapun boleh mengambilnya.
Mereka tidak boleh dirintangi untuk mengambil air yang biasa mereka ambil dan
jalan mereka dilaut dan di darat tidaklah boleh dihalangi.”
16. Perjanjian dengan utusan dari Tsaqif
Terjadi pada Ramadhan 9 H setelah Rasulullah pulang dari
Tabuk. Mereka mengajukan perjanjian sebagai berikut:
1. Mereka diperkenankan melakukan zina.
2. Mereka diperkenankan minum khamr.
3. Mereka diperkenankan melakukan riba.
4. Berhala mereka, Lata, dibiarkan saja.
5. Mereka dibebaskan dari kewajiban shalat.
6. Mereka tidak disuruh merobohkan patung-patung mereka.
Tak satupun dari permintaan diatas yang dipenuhi Rasulullah,
akhirnya mereka berdiskusi sendiri dan tidak ada jalan lain kecuali tunduk dan
masuk Islam, akhirnya mereka masuk Islam. Mereka menyuruh orang lain untuk merobohkan berhala mereka,
Lata, bukan dengan tangan kaum Tsaqif sendiri, maka Rasulullah memenuhinya dan mengutus
beberapa orang untuk menghancurkan Lata, dipimpin Khalid bin Al-Walid.
17. Perjanjian dengan utusan dari Najran
Najran adalah daerah yang cukup luas berjarak tujuh marhalah
dari Mekkah ke arah Yaman. Wilayah ini meliputi 73 dusun yang punya 100 ribu
prajurit dibawah bendera agama nasrani. Pada tahun 9 H, sejumlah 60 orang utusan dari Najran datang
ke Madinah, dua puluh empat termasuk bangsawan mereka dan tiga orang yang termasuk pemimpin mereka.
Orang pertama berjuluk Al-Aqib, yang memegang roda pemerintahan, dan namanya
adalah Abdul Masih. Orang kedua berjuluk As-Sayyid, yang memegang urusan
oeradaban dan politik, namanya Al-Aiham atau Syurahbil. Orang ketiga bergelar
Al-Usquf, yang memegang urusan agama dan kepemimpinan spiritual, namanya adalah
Abu Haritsah bin Alqamah. Sekembalinya mereka ke Najran, para penulis sejarah
menyebutkan bahwa As-Sayyid dan Al-Aqib masuk Islam.
Mereka sepakat untuk tunduk kepada Nabi dengan perjanjian
berikut:
- Mereka sepakat membayar jizyah kepada Rasulullah sebesar 2000 hullah setiap tahunnya, 1000 pada bulan Rajab dan 1000 lagi pada bulan Shafar.
- Rasulullah memberikan perlindungan Allah dan Rasul-Nya kepada mereka,dan mereka diberi kebebasan mutlak untuk menjalankan agamanya.
- Mereka meminta agar beliau mengirimkan seorang penjaga keamanan di daerah mereka. Tugas ini diserahkan kepada Abu Ubaidah bin Al-Jarrah. Kemudian Nabi SAW mengutus Ali bin Abi Thalib untuk mengurusi sedekah dan jizyah mereka.
Demikian
perjanjian-perjanjian yang pernah dilakukan Rasulullah semasa hidupnya,
mudah-mudahan bermanfaat, sekian.... Walhamdulillahirobbil ‘Alamin.......
Sukoharjo, 6
Dzulhijjah 1433 H
22 oktober 2012 M
Jam 22.30
WIB