Jumat, 24 Juni 2016

Mereka Bukan Sembarang Orang, Hanya...





“Sungguh diantara manusia ada orang yang menjadi kunci kebaikan dan penutup pintu keburukan, dan sungguh ada juga yang menjadi kunci keburukan dan penutup pintu kebaikan. Maka beruntunglah orang yang Allah jadikan kunci kebaikan melalui kedua tangannya. Dan celakalah orang yang Allah jadikan kunci kejelekan melalui kedua tangannya". (HR Ibnu Majah, dishahihkan oleh Al-Albani)

Ikhwah Fillah.. Bukankah kita mengangankan menjadi bagian dari mereka, pembuka pintu kebaikan dan penutup keburukan? Mengajarkan ilmu yang bermanfaat, bersedekah harta produktif, menyingkirkan bermacam gangguan bagi muslim lain, atau membiasakan berbagai kebiasaan baik, yang jika kebiasaan tersebut diteruskan generasi demi generasi. Mereka tetap mendapat royalti dan bagi hasil pahala walaupun mereka telah tiada. Tentu kita sangat mendamba bukan?

Jauh sebelum itu semua, yang sangat penting kita telisik adalah bersitan niat kita. Niat inilah penentu segalanya. Niat lah yang menjadikan tinggi kualitas amal kita. Apakah murni karena Allah atau masih terasuki niatan lain?

“Berapa banyak amalan besar yang menjadi kecil nilainya karena niat, dan berapa banyak amalan kecil yang menjadi besar nilainya karena niat.”

Bersitan niat ini memang sangat halus, halus sekali... bahkan terkadang kita tidak merasakannya. Merasa bahwa sudah ikhlas sekalipun itu menjadi bukti bahwa kita belum ikhlas. Subhaanallah.

Ikhwah Fillah.. kelak di akhirat yang pertama kali diadzab ternyata bukan pelaku zina, peminum khamr, atau pelaku dosa besar lain. Yang Allah lemparkan ke neraka pertama kali bukan orang sembarangan. Mereka orang-orang besar. Orang-orang keren. Orang-orang khusus dan spesial. Yang punya ‘nama’.

Siapa mereka? Mujahid, Penghafal Al-Qur’an, Ahli Sedekah. Mereka ini semua orang-orang besar, tapi niatan lah yang menentukan akhirnya. Wal iyadzu billah.

Kepada Mujahid, Allah tanyakan, “Dengan nikmat yang Aku berikan, apa yang telah kamu perbuat?” “Aku berjihad, berperang di jalan-Mu untuk menegakkan kalimat-Mu, Ya Allah.” Katanya. Tapi Allah bilang, “Dusta, kamu berjihad supaya kamu disebut pahlwan dan dielu-elukan, dan kamu sudah mendapatkannya.” Lalu diseretlah orang tersebut kedalam neraka.

Kepada Penghafal Al-Qur’an, Allah tanyakan, “Dengan ilmu dan Al-Qur’an yang Aku anugerahkan kepadamu, apa yang telah kamu lakukan?” “Aku gunakan untuk mengajarkan Al-Qur’an kepada orang-orang, ngajar tahsin, ngajar tahfidz, siang malam tanpa kenal lelah, semuanya untuk-Mu. Ya Allah.” Katanya.

Tapi Allah bilang, “Dusta, kamu membaca Al-Qur’an supaya kamu disebut Hafizh, disebut Qori’, dan kamu sudah mendapatkannya.” Lalu dicampakkanlah orang tersebut kedalam neraka.

Kepada Ahli Sedekah, Allah tanyakan, “Dengan harta yang Aku rezekikan kepadamu, apa yang kamu perbuat dengannya?”

“Aku berinfak, sedekah untuk umat, bangun rumah tahfidz, bangun pesantren, bangun jalan raya, bangun rumah sakit. Semuanya untuk agamamu, untuk ummat pokoknya, Ya Allah.” Katanya.

Tapi Allah bilang, “Dusta, kamu lakukan itu semua supaya kamu dikenal dermawan, suka sedekah kan, dan kamu sudah mendapatkannya.” Lalu dimasukkanlah orang tersebut kedalam neraka.

Ngeri kan? Na’udzu billah min dzaalik.

Maka, perlu terus kita perbaharui niatan kita, terus menerus kita perbaharui. Baik sebelum, saat, ataupun sesudah beramal. Kenapa?

Ikhwah Fillah, setan itu pinter.. ketika akan beramal, setan membisiki kita, “Udah, gak usah kamu lakuin aja, ntar kamu jadi riya’ lho”. Dan akhirnya kita malah gak jadi beramal. Udah kalah sebelum berperang. Maka, yang penting lakukan aja. Niatkan ikhlas di awal, gak usah pedulikan nanti gimana.

Trus saat kita melakukan amalan, misalnya pas jadi imam tarawih. Setan kembali memunculkan bersitan di hati kita, “Eh, tuh di belakang ada akhwat sholihah pake kerudung hijau, kayaknya seneng sama bacaan Al-Qur’anmu.” Jadilah kena jebakan supertrap. Subhanallah.

Atau yang ketiga, saat setelah melakukan amalan, setan juga masih berusaha menggugurkan keikhlasan kita. Dimunculkan bersitan, “Eh, masak lu udah sedekah jadi donatur, gak disebut nama lu di acara. Kebangetan kan panitianya?” atau kayak gini, “Kamu tahu gak, lihat.. Jama’ah sampe nangis semua lho denger khutbahmu, keren memang kamu ini” Ya, dimunculkanlah rasa bangga, ujub atas amalan yang telah kita perbuat. Wal iyadzu billah. Ya Allah, halus sekali memang bersitannya..

Ini bukan berarti kemudian malah membuat kita enggan beramal, takut berbuat baik. Jangan. Kaidahnya adalah, “Siapa yang beramal karena selain Allah, maka dia telah berbuat syirik. Tetapi siapa yang tidak jadi beramal karena selain Allah maka dia telah berbuat riya.” Hal ini disebutkan oleh Fudhail bin Iyadh, salah seorang tabi’in.

Pengertian riya’ itu adalah meninggalkan suatu amalan karena orang lain. Bukan beramal karena orang lain. Kalau beramal karena pengen dilihat orang, pengen didengar orang, pengen dipuji orang. Itu udah jelas syirik. Syirik Ibadah. Beribadah atau beramal bukan karena Allah.

Ikhwah fillah, sekali lagi penting sekali kita melihat niatan kita, menata kembali keikhlasan kita. Kalau kita bener-bener ikhlas melakukan segalanya karena Allah, tetep ngajar TPA walaupun mungkin gak terkenal, tetep ngasih santunan ke fakir miskin tiap bulannya walaupun gak ada yang tahu, tetep istiqomah muroja’ah hafalan Al-Qur’an walaupun gak ada yang memuji, dan lain sebagainya.

Kalau kita bener-bener ikhlash, Allah langsung yang akan balas itu semua dengan caranya Allah. Allah akan membalas kita dari jalan yang tidak kita sangka sebelumnya. Dan semakin kita ikhlas, semakin kita kaya. Kekayaan itu berbanding lurus dengan keikhlasan. Banyak orang sudah membuktikan.

Akhirnya, mudah-mudahan Allah jadikan kita termasuk orang-orang yang ikhlash, yang setan tidak akan mampu menggelincirkan mereka sebagaimana disebutkan Allah dalam Al-Qur’an. Dan kita berdoa dengan doanya Umar bin Khattab di awal keislamannya, Allahummaj’al ‘amaliy kullahu sholihan liwajhika, “Ya Allah, jadikanlah amalku, seluruhnya ikhlas karena mengharapkan wajah-Mu. Ya Allah.” Aamiin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar