Jumat, 24 Juni 2016
Jomblo selamanya!
Adalah Utsman bin Affan, seorang yang pemalu, yang bahkan para malaikat pun malu kepadanya. Seorang yang digembirakan Rasulullah dengan surga. Tiada sesuatu yang lebih ditakutkan olehnya kecuali kesendirian. Maka, ketika dibacakan kepadanya ayat-ayat tentang neraka, ia tidak begitu takut karena di neraka tidak akan sendirian. Namun hal ini berbeda tatkala diingatkan tentang alam kubur kepadanya, Utsman seketika wajahnya berubah pucat pasi. Ia sangat takut. Tiada teman yang menemani. Tiada cahaya. Gelap gulita.
Ada beberapa hal menarik ketika kita membahas tentang kubur. Bukan apa-apa.. Mudah-mudahan dengan mengingat kematian dan kubur mampu membuat hati kita menjadi lebih lembut. "Perbanyaklah mengingat penghancur segala kelezatan, yaitu maut" Begitu pesan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.
Dalam ilmu fiqih, kita tahu bahwa dalam satu liang kubur hanya boleh ditempati oleh satu mayit bukan? tidak boleh lebih, kecuali pada kondisi tertentu semisal adanya korban peperangan, musibah gempa bumi, tsunami dan seterusnya, yang tidak memungkinkan jika jenazah-jenazah tersebut dikubur satu-persatu di lubang yang berbeda. Pada kasus seperti ini, maka diperbolehkan menguburkan dua orang atau tiga orang dalam satu liang, dengan ketentuan, mereka yang hafalan Al-Qur'annya paling banyak, atau paling 'alim, diletakkan paling depan dalam liang kubur menghadap kiblat, lalu di belakangnya baru dikuburkan mereka yang lebih sedikit hafalannya, begitu seterusnya. Inilah salah satu keutamaan yang diberikan kepada para penghafal Al-Qur'an. Masya Allah.😊😊
Ketentuan lainnya dalam penguburan beberapa orang dalam satu liang adalah, harus yang sama jenis kelaminnya. Laki-laki dikuburkan bersama laki-laki. Perempuan bersama perempuan. Tidak boleh menguburkan lelaki bersama perempuan dalam satu liang. Walaupun itu suami-istri. Mengapa? ia mungkin suaminya atau istrinya di dunia ketika masih hidup, tapi menurut syariat, kematian telah memisahkan hubungan suami-istri mereka. Belum tentu di akhirat ia menjadi suami atau istrinya. Sekarang mereka adalah orang lain sebagaimana mereka dulu juga adalah orang lain. Maka, ketika mereka yang suami-istri saja ketika sudah meningggal dunia tidak boleh dimasukkan dalam liang yang sama, bagaimana dengan mereka yang masih hidup, bukan mahram, belum menikah, tetapi selalu bersama? Teman Tapi Mesra. Atau Ta'aruf Tapi Mesra. Tentu lebih tidak boleh lagi bukan.😁😁😁
Kita tentu berharap agar dipertemukan kembali kelak bersama bapak ibu kita di surga, bukan? Maka, kita juga berharap kepada Allah, memohon agar diberikan pasangan suami atau istri, yang tidak hanya di dunia, tapi sampai nanti di akhirat. Maka, kita memohon kepada Allah agar diberikan pendamping hidup yang beriman dan akhir hidup yang khusnul khotimah, karena ini satu-satunya kunci yang bisa membuat kita kembali dipersatukan dengan bapak-ibu kita, kakek-nenek kita. Kita menginginkan itu bukan?☺☺
"Dan orang-oranng yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya." (QS. At-Thur: 21)
Ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam wafat, maka para shahabat saling berselisih pendapat, mau dikubur di manakah jenazah Beliau. Sebagian shahabat menginginkan beliau dikuburkan di pemakaman Baqi’. Sebagian lagi menginginkan beliau dikembalikan ke Makkah dan dikuburkan disana. Kemudian Abu Bakar Ash-Shiddiq berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Para nabi tidak dikuburkan kecuali di tempat mereka wafat.” Akhirnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dikuburkan di rumah Beliau, di kamar dimana beliau wafat.
Lalu kurang lebih 2 tahun kemudian, Abu bakar Ash-Shiddiq pun meninggal dunia, dan dikuburkan di sisi makam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Tepat di sisinya. Selang beberapa tahun kemudian, selepas Umar bin Khattab ditikam oleh seorang Yahudi ketika shalat shubuh. Umar yang saat itu merasa ia sudah akan dipanggil oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Maka ia menyuruh putranya Ibnu Umar untuk menghadap ‘Aisyah radhiyalahu ‘anha, memohon izin agar ia dikuburkan di sisi Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Mendengar itu, Ummul mukminin berkata, “Sungguh, aku sebenarnya telah menginginkan tempat di rumah ini untuk diriku sendiri. Tapi karena Amirul Mukminin telah memintanya dariku, maka aku lebih mengutamakannya dibanding diriku.” Lalu wafatlah Umar bin Khattab, dan dikuburkan di sisi dua sahabatnya yang mulia. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan Abu Bakar Ash-Shiddiq. Maka, ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha kemudian keluar dari rumah itu, bersebab telah datang orang lain yang bukan mahramnya.
Kelak kemudian, bersebab suatu kejadian, dimana pernah ada seseorang Yahudi yang ingin membongkar makam nabi dan mengambil jenzah beliau melalui bawah tanah. Akhirnya saat ini dibangun bangunan untuk melindungi makam Rasulullah hingga beberapa meter ke dalam tanah jauhnya. Dan membangun bangunan di atas makam dalam kasus yang seperti ini menurut madzhab Syafii, hukumnya adalah wajib, demi menjaga makam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dari musuh-musuh Islam. Adapun larangan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam untuk membangun bangunan di atas kubur menurut Imam Nawawi Rahimahullah, adalah larangan menembok kubur dan membuat bangunan kubur di pemakaman umum, karena hal ini akan memperkecil tanah pekuburan, sekaligus merampas hak kaum muslimin yang sebenarnya mempunyai hak untuk dikuburkan juga di tempat itu. Wallahu A'lam. Dan konon, di samping makam Rasulullah, Abu Bakar, dan Umar, ada satu tempat kosong lagi yang kelak menjadi makamnya Nabi Isa 'Alaihis salam di akhir zaman. Wallahu a'lam
Pada akhirnya, kita semua ini selamanya adalah jomblo (dalam konteks yang berbeda tentunya). Setiap dari kita akan dimintai pertanggungjawaban atas amalan kita. Kita sendiri yang harus menanggung dosa kita. Bukan orang lain. “..Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain,” (QS. Al-Isra’: 15)
Maka jangan takut dikatakan jomblo, Wahai jomblowiyyun wa jomblowiyyat.. Engkau anggun dalam kejombloanmu. Tenang saja. Haha
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar