Tampilkan postingan dengan label TAARIKH. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label TAARIKH. Tampilkan semua postingan

Jumat, 07 Oktober 2016

*Yang Halal, Yang Memberkahi*

Oleh: Humamuddin

"Mintalah kepadaku hai Sa'd, aku akan memohonkannya kepada Allah." Rasulullah bersabda seraya memandangnya. Sa'd bin Abi Waqqash tanpa berpikir panjang, langsung menjawab dengan cerdas, "Mohonkanlah kepada Allah, Ya Rasulullah, agar doaku mustajab."
Tersenyumlah sang Nabi, lalu bersabda,"Bantulah aku hai Sa'd, dengan memperbaiki makananmu." Sejak saat itu, ia selalu menjaga kehalalan makanannya, dan kelak di kemudian hari, kita tahu bahwa Sa'd, disamping terkenal dengan anak panahnya yang tepat sasaran, juga terkenal dengan doanya yang mustajab.
Menarik memang. Ketika membahas tentang fiqh puasa madzhab syafi'i, kita akan temukan bahwa pembatal puasa salah satunya adalah muntah dengan disengaja. Sekilas, bisa jadi dahi kita akan berkerut. Berpikir. Apa ya ada orang muntah disengaja? kurang kerjaan banget. Udah makan enak-enak kok dimuntahin. Buat apa coba? nggak bikin kenyang lagi. Tapi kenapa imam syafi'i berijtihad bahwa ianya adalah pembatal puasa?
Ternyata. Menyegaja muntah di zaman itu adalah hal yang biasa. Zaman dimana seseorang sangat memperhatikan kehalalan makanan yang dikudapnya. Zaman itu pernah ada dan bukan utopia belaka.
Lihatlah bagaimana Abu Bakar Ash-Shiddiq yang menyegaja muntah, tatkala tahu makanan yang dikudapnya adalah hasil pemberian tukang ramal. "Andai makanan ini tidak keluar, kecuali harus beserta keluarnya ruhku. Maka akan kulakukan." Ujarnya.
Bagi seorang muslim, memperhatikan kehalalan makanan adalah keniscayaan. Makanan yang halal akan menjadi sumbu ketaatan, membuat lembut hati, menguatkan akal, dan membuat terijabahnya doa.
Lihatlah pula bagaimana kontroversialnya sikap Asy-Syafi'i yang suatu ketika berkunjung ke rumah muridnya. Imam Ahmad bin Hanbal. Begitu Asy-Syafi'i dijamu makanan. Langsung saja ia memakannya dengan lahap, bahkan hingga tandas semua remah makanan yang ada. Melihat hal itu. Geleng-gelenglah putra Imam Ahmad sambil menanyakan kelakuannya itu. Orang Rakus. Begitu mungkin pikirnua. Tapi apa jawab Asy-Syafi'i?
"Nak, sungguh aku yakin bahwa makanan di rumah keluarga Ahmad bin Hanbal adalah makanan yang berasal dari sumber tersuci di bumi. Terjamin halalnya. Maka demi Allah, aku berharap berkah dari menikmati jamuan di rumah kalian. Berkah ini menjadikan kita mampu mentaati Allah di setiap keadaan. Maka tidak kubiarkan satu remah pun terbuang sia-sia, hingga aku santap tanpa sisa."
Ketika makanan yang masuk ke tubuh kita terjaga kehalalannya. Tubuh akan ringan memenuhi panggilan ketaatan. Adzan menjadi terindu. Membaca Al-Qur'an terasa syahdu. Bersedekah menjadi ringan terlaku. Bahkan jihad serta syahid di jalan-Nya menjadi yang tertuju. Begitu pula jika sebaliknya.
"Demi Allah, memastikan halalnya satu suapan ke mulutku, lebih kusukai daripada bersedekah seribu dinar." Demikianlah Ibnu Umar radhiyallahu anhu meneladankan kepada kita.
Dari mereka semua, kita belajar bahwa asupan yang halal adalah akar kebaikan, pelembut hati, dan hak surga atas kita. Sungguh, keberkahan itulah yang kita cari.
*Disarikan dengan berbagai perubahan dari buku Lapis-Lapis Keberkahan, Salim A. Fillah.

*Uswahlah Ruhnya*




Kita tidak bisa memilih dari orang tua seperti apakah kita dulu terlahir, tapi kita bisa memilih untuk menjadi apa kelak di kemudian hari. Pilihan itu selalu terbuka. Dan keberanian untuk memilih itulah yang akan menentukan kualitas seseorang. Itulah yang dilakukan oleh seorang tabi'in berikut.
Terlahir di Madinah. Ayah ibunya merupakan budak belian. Ayahnya bernama Yasaar, budak kesayangan dari shahabat Zaid bin Tsabit. Sementara ibunya, Khairah, budak dari istri Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, yaitu Ummu Salamah. Keduanya kemudian dimerdekakan.
Namanya adalah Hasan bin Yasaar, seorang tabiin yang pernah disusui oleh Ibunda kita, Ummu Salamah. Biar tidak asing, mari saya perkenalkan nama 'beken' nya. Hasan Al-Bashri, yang disandarkan pada kota Bashrah, tempat beliau menetap sejak usianya 14 tahun. Pernah denger namanya?
Beliau seorang yang sangat zuhud, dan pemberani. Seorang ulama besar dan ahli fiqih yang langsung belajar kepada Abdullah bin Abbas radhiyallahu anhu. Beliau seorang yang serasi antara lisan dengan perbuatan. Beliau selalu mempraktekkan sendiri terlebih dahulu sebelum menasihati orang lain. Maka, orang-orang pun selalu menuruti kebaikan yang diserukan olehnya. Mereka percaya.
Kita lihat salah satu contohnya adalah ketika suatu waktu, datang beberapa orang budak kepada Hasan Al-Bashri. "Wahai Imam," kata Mereka, "tolong berilah nasihat kepada para majikan kami agar mereka memerdekakan kami, atau berbuat baik terhadap kami. Kami tidak kuat jika harus bekerja terus seperti ini setiap waktu." Mereka terus meminta dengan memohon.
"Baiklah, akan kulakukan." Ujarnys. Beliau tahu bagaimana rasanya menjadi budak karena kedua orang tuanya dulu juga bekas budak.
Pada hari jumatnya, beliau tidak langsung menyinggung hal tersebut dalam khutbah jumat. Pekan kedua juga sama. Pekan ketiga beliau lagi-lagi juga. Setelah lewat sebulan barulah beliau menyampaikan nasihatnya pada sebuah khutbah jumat. Beliau sampaikan kepada kaum muslimin agar berlaku baik kepada para budak. Beliau anjurkan mereka untuk memerdekakannya, juga beliau sebutkan keutamaan-keutamaannya. Belumlah sampai maghrib tiba, ternyata semua budak yang kemarin mengadu telah dimerdekakan oleh majikannya.
Mereka pun datang lagi kepada Hasan Al-Bashri, "Jazaakallahu khoiron, semoga Allah membalasmu dengan kebaikan, wahai Imam." Salah seorang dari mereka berujar, "engkau telah menyampaikannya, tapi kenapa lama sekali, dan baru sekarang kau lakukan?"
"Tolong maafkan aku atas keterlambatanku," Sambung beliau, "aku tidak mempunyai cukup uang untuk membeli budak, dan baru di akhir bulan ini, setelah aku bekerja keras, aku mampu membeli seorang budak yang kemudian aku merdekakan."
Beginilah yang dilakukan oleh Imam Hasan Al-Bashri. Beliau memberikan keteladanan terlebih dahulu sebelum menasihati. Maka, ketika ia memberikan untaian hikmahnya. Berbondong-bondonglah kaum muslimin mengikuti seruannya. Masya Allah.
Oleh karenanya, mari selalu kita ingat bahwa ruh dari dakwah ini adalah uswah. Penggeraknya adalah keteladanan. Maka sebuah ajakan kebaikan akan mampu menyentuh hati seseorang setelah adanya contoh, dengan izin Allah. Inilah yang diteladankan pula oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Semoga kita pun juga demikian. Aamiin.

[ MENGEMUDI HATI]


Memang tidak mudah mengemudi hati agar tak terjerembab dalam jumawa dan rasa yang tidak perlu lainnya, yang mengganggu keikhlasan. Terlebih bagi mereka yang terlahir dari orang tua yang punya 'nama'. Tapi, bagi mereka yang ridho dengan ketentuan-Nya, Allah jadikan hatinya tulus ikhlas dengan izin-Nya. Dan Allah jadikan mereka sebagai pelajaran bagi kita.
Masih ingatkah kau, kawan.. dengan orang tua yang duduk di kursi roda bersebab lumpuhnya, yang kemanapun pergi harus diantar. Tapi semangat yang keluar dari lisannya mampu menggerakkan muda tua Gaza melawan pendudukan Israel. Pemimpin pejuang Hamas yang kediamannya sangat bersahaja. Tapi lisannya ditakuti oleh Tel Aviv hingga Washington, hingga akhirnya ia dirudal dan menemui syahidnya (insya Allah).
Ia adalah Syaikh Ahmad Yasin. Yang seandainya kita mendengar ujarannya, bengkok niatan kita, dengan izin Allah, akan sirna. Beliau habiskan hartanya untuk jihad, merintis dan melanjutkan perjuangan. Universitas Islam Gaza lah salah satu yang dirintisnya. Di sini lah, putra Syaikh Ahmad Yassin bekerja. Bukan sebagai rektornya. Bukan pula sebagai dekan, atau petinggi kampusnya. Melainkan sebagai tukang kebun kampus yang indah ini.
"Alhamdulillah, saya diberi kesempatan untuk melanjutkan amal jariyah yang dirintis oleh Ayah saya. Dulu dia mendirikan kampus ini dengan tangannya, dan sekarang saya yang menjaga bebunganya, dan menyirami tetanamannya. Alhamdulillah." Hanya inilah jawaban putra beliau ketika ditanya.
Hati kita bergemuruh. Kita tentu sulit menerima ini. Padahal ayahnya adalah petinggi para mujahid. Seandainya dia mau, dia tentu bisa meminta kedudukan itu, tapi itu tidak dilakukannya. Ia memilih melakukan amal tersembunyi. Atqiyaaul Akhfiyaa'. Orang-orang shalih yang tersembunyi. Orang-orang ikhlash semacam ini Allah hadirkan dalam kancah dakwah dan jihad sebagai cerminan diri kita, pengingat dari khilaf kita yang tak disengaja.
Bagiamana pula rasa yang hadir di dada kita? seandainya kita datang ke Gaza, bertemu dengan salah satu saudara kita disana, kemudian ia katakan kepada kita, "Kalian telah datang kemari dari negri yang jauh. Bukan karena ikatan darah, bukan karena urusan dagang, hutang, atau muamalah. Maka semoga Allah murnikan niatan kita dan menyatukan kita dalam jihad dan kesyahidan yang suci".
Apa yang kau rasakan kawan? Tentu rasa cinta imani lah yang menyergap dalam raga ini, bukan?
Seandainya kita selalu mengingat perjuangan saudara-saudara kita di Gaza, Suriah, dan negara di wilayah Syam lainnya yang membayar mahal dengan harta, darah, bahkan nyawa mereka. Tentu kita akan jauh dari rasa cinta syahwati yang semu kepada lawan jenis.
Seandainya kita tahu pengorbanan mereka yang berjuang di wilayah Syam (saat ini meliputi wilayah yang disebut Suriah, Lebanon, Yordania, Palestina, dan sebagian Turki). Apalagi sampai datang dan menyaksikan sendiri. Gerimis kerinduan hati kita akan bertambah deras tentunya.
Seandainya kita tahu kondisi mereka yang Allah takdirkan mewakili kita di garis terdepan untuk memerangi keganasan Zionis Israel, (yang jika tidak mereka wakili, pastilah negara-negara muslim lainnya akan binasa), tentulah mudah-mudahan bengkok retak niat kita kan hilang.
"Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian umat manusia dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai karunia (yang dicurahkan) atas semesta alam." [Qs. Al-baqoroh: 251]
*Foto ini diambil saat pelantikan pengurus Imaarotu Syuunith Tholabah 1431 H. Semoga dimanapun kalian berada saat ini, Allah persatukan hati kita dalam jalan-Nya.

[Lirihan Hati Sang Pejuang]


"Yang penting bukan apakah engkau mencinta," Imam Ibnu Katsir mengutip sebuah syair, "yang penting adalah apakah engkau dicinta." Maka mengaku mencintai-Nya dengan kekata, kalah penting dibanding mewujudkan bukti cinta itu, yang akan membuat kita dicintai oleh-Nya.

Maka dengarlah bagimana kegalauan hati seorang yang perbuatannya lebih unggul daripada ucapan lisannya, pejuang yang dijuluki pedang Allah, menjelang wafatnya berikut, "Sejak aku berislam," ujar Khalid bin Walid dengan linangan air mata, "selalu kuhabiskan hari-hariku dalam peperangan. Yang selalu kurindu adalah kesyahidan, tapi kini aku terbujur lemah diatas tempat tidur menanti ajal."

Isaknya semakin deras. "Mengapa aku tak mati di medan perang?" tanyanya dengan cucuran air mata dan suara yang semakin lirih.

Hatta, sahabatnya, Qais bin Sa'id pun menjadi trenyuh mendengar isi hatinya. Maka dihibur-hiburlah Khalid agar luntur kegalauannya, "Sebab kau adalah pedang Allah," bisiknya di telinga sahabatnya, "maka Allah tak akan membiarkanmu patah di tangan musuh-musuh-Nya. Dia sendiri yang akan menyarungkan pedang-Nya, yang dulu telah dihunus-Nya."

Masya Allah. Mengetahui ceritera mereka membuat diri seakan tak ada apa-apanya. Alangkah dusta dan rapuhnya cinta kami kepada-Mu, Ya Allah. Memenuhi seruan adzan saja terkadang masih berat kami rasa. Apalagi untuk hal sebesar ini.

Walaupun begitu, ada baiknya kita renungi hadits riwayat Imam Muslim berikut, "Barangsiapa yang memohon kepada Allah supaya dimatikan syahid, dan permohonan itu jujur sebenar-benarnya, maka Allah akan sampaikan orang itu pada kedudukan orang-orang yang mati syahid, sekalipun ia mati di atas tempat tidurnya.,"

Ya Allah, golongkanlah kami semua dalam barisan orang-orang yang mati syahid di jalan-Mu. Aamiin.

[KISAH 30.000 DINAR]


Oleh: Humamuddin

Namanya Rabi'ah bin Farrukh ar-Ray, seorang lelaki tabi'in yang sudah menjadi ulama hadits di usia yang sangat belia. Kita akan mulai dulu dari kisah ayahnya. Farrukh, yang mantan budak dari sahabat Rabi' bin Ziyad Al-Haritsi. Dengan berbekal harta ghanimah perang yang sangat banyak, ia akhirnya menikah dengan seorang wanita Madinah. Tak lama kemudian, lahirlah Ar-Rabi'ah. Tapi Farrukh harus segera meninggalkan istri dan anaknya untuk berjihad di medan pertempuran, maka ia titipkan uang 30 ribu dinar kepada istrinya guna keperluan mereka. "Ini untuk kalian, jika aku nanti tidak kembali kepada kalian, maka harta ini insya Allah mencukupi."

Singkat cerita, rombongan mujahidin sudah kembali dari perang, tapi tak ada kabar tentang Farrukh, hingga ada anggapan bahwa Farrukh telah meninggal dunia. Maka Ar-Rabi'ah kemudian diasuh oleh ibunya, juga ia belajar langsung kepada para ulama dari kalangan shahabat. Hingga akhirnya ia menjadi ulama besar.

Tiba-tiba, suatu malam kota Madinah dikagetkan dengan dua orang yang saling berkelahi. Seorang kakek berumur 60 an tahun bergulat melawan pemuda yang merupakan alimnya kota Madinah, Ar-Rabi'ah ar-Ray. Masyarakat berkerumun menyaksikan.

Kakek itu tertuduh memasuki rumah tanpa izin empunya. Sementara kakek tersebut menyangkal bahwa itu adalah rumah yang dibelinya dahulu kala. Nantinya orang-orang tahu kalau kakek itu adalah Farrukh, yang baru kembali dari perjalanan jihadnya yang panjang dan berliku setelah sebelumnya didaku meninggal dunia

Mengetahui Farrukh masih hidup, maka istrinya sangat bergembira, walaupun juga bingung jika nanti ditanya pertanggungjawabnya mengenai 30 ribu dinar titipan suaminya. Semuanya habis untuk biaya belajar Ar-Rabi'ah sudah. Malam itu, Farrukh masih belum tahu kalau anaknya adalah ulama besar hingga tiba pagi, sebakda ditunaikan shalat shubuh, ribuan orang kemudian mengelilingi majelis ilmu yang diampu oleh seorang muda berilmu dalam yang ternyata adalah putranya.

Bulir air mata kebahagiaan Farrukh tak lagi bisa dibendung setelah mengetahui Ar-Rabi'ah yang kini menjadi rujukan umat. Maka ia tak lagi mempermasalahkan tatkala istrinya melempar tanya, "Menurutmu, manakah yang kau pilih, anak kita mendapat kedudukan karena ilmu dan taqwanya, ataukah gemintang 30.000 dinar yang kau punya."

Hehe.. Oya, ada yang tahu berapa nilai 1 dinar? 1 dinar itu 4,25 gram emas 22 karat. Kalau 1 gram harganya 450 ribu rupiah. 1 dinar berarti sekitar 2 jutaan, anggaplah 2,1 juta.

Maka 30.000 dinar itu setara 63 Milliar. Bayangkan aja uang segitu habis hanya untuk belajar.. Luar biasa bukan?

*Taqwa Yang Sampai*

Oleh: Humamuddin


"Daging-daging unta dan darahnya sekali-kali tak akan sampai pada Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapai-Nya..." [QS. Alhajj: 37]

Hari Nahr, inilah hari yang Allah jadikan makan, minum, dan berbahagia di dalamnya berpahala dan disyariatkan. Hari ini tiada laku baik yang lebih Allah sukai daripada mengalirkan darah hewan kurban. Dan tiap helai rambutnya bernilai kebaikan, ianya menghapus dosa sebanyak jumlahnya. Maka sejatinya saat kita menyembelih kurban, kita mencoba menghilangkan sifat kebinatangan pada diri kita. Sifat hayawaniyyah atau bahimiyyah seperti egois, rakus, menghalalkan segala cara, dan bakhil lah yang coba kita pupus.

Pula, kita berharap keikhlasan dalam berkurban lah yang diterima oleh Allah. Adapun daging dan darah hewan kurban, tiada lain hanyalah perwujudan ketaatan kita pada-Nya, sekaligus bentuk kepedulian terhadap sesama. Maka baiklah kiranya kita belajar dari Keluarga Bahagia (KB) ala Nabi Ibrahim alaihissalam. Ibrahim yang bersiteguh dalam prinsip nan kritis, Ismail yang berjiwa jernih serta berpikiran matang, dan Hajar yang utuh keyakinannya lagi kuat ikhtiarnya. Walaupun kita tahu pula, ada Saroh yang sangat penyabar, lagi Ishaq yang juga santun. Tak heran kemudian jika Allah memuji keluarga ini, "Sungguh, telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengannya.." [QS. Al-Mumtahanah: 4].

Ibrahim terkenal bersiteguh dalam prinsipnya lagi bijak. Ketika mudanya ia begitu kritis dan berani. Ia suarakan kebenaran walaupun nyawa lah taruhannya. Ia sadarkan kaumnya dari penyembahan berhala menuju penyembahan pada Allah yang satu. Ia ketuk nurani terdalam mereka. Dan kala tuanya, ia juga tetap bersiteguh dengan kebenaran. Ia sampaikan perintah menyembelih putra semata wayangnya dengan penuh mesra. Ia panggil Ismail dengan panggilan kesayangan, 'Ya bunayya', 'Wahai putraku tersayang'. Pula dengan mengedepankan dialog yang hangat, jauh dari ucapan pemaksaan.

Ismail putra yang sangat lembut hatinya lagi sangat berbakti. Ia tak ingin menyulitkan ayahandanya dengan keputusan yang sulit. Maka di usianya yang muda, ia telah matang cara pikirnya. Ia katakan, "Wahai ayahanda, kalau memang itu wahyu, maka kerjakanlah, Insya Allah kau akan dapati diriku termasuk orang yang sabar." Lihatlah, Ismail adalah pribadi yang jernih jiwanya, ia sudah menyadari bahwa keistiqomahan dalam kebaikan semata-mata adalah karena pertolongan Allah. Maka ia katakan, 'Insya Allah'. Kisah tentang ini semua terangkum indah dalam QS. Ash-Shaffat ayat 101 hingga 107.

Adapun Hajar sosok istri yang keyakinannya pada Allah utuh lagi sangat taat pada suami. Tatkala Ibrahim mendapatkan wahyu, yang mengharuskannya meninggalkan istrinya, Hajar, beserta anaknya, Ismail, di sebuah lembah yang tandus, yang bahkan air tidak ada, apalagi pepohonan, tetanaman, atau tetumbuhan. Hajar tiada keberatan. Memang mulanya, ia sempat bertanya pada Ibrahim, "Mengapa kau tega meninggalkan kami di tempat seperti ini?" Kala itu Ibrahim diam membisu karena bingung. Tapi dengan cekatan, Hajar kembali bertanya, "Apakah ini perintah Allah? Kalau memang ini perintah-Nya. Dia tentu tiada akan menyia-nyiakan kami." Ibrahim hanya mampu mengangguk pelan sambil menuntun kudanya meninggalkan mereka berdua.

Keyakinan Hajar sangat utuh. Tapi tetap saja ia khawatir akan kondisi bayinya, Ismail, yang tengah kehausan. Maka berlarilah ia ke Shafa dan Marwa, tujuh kali ia berputar-putar, hingga ketika tenaganya telah terkuras habis. Tiba-tiba Allah berikan pertolongan-Nya. lewat jejakan kaki kecil Ismail, keluarlah air yang terus bertambah banyak. Hajar menggalinya terus-menerus, hingga terkenal lah air tersebut dengan air Zam-Zam, yang artinya galilah! galilah! Bahkan dalam sebuah riwayat disebutkan seandainya Hajar waktu itu tidak menggali tanah di sekitar sumber air tersebut, tak akan ada air Zam-Zam. Wallahu a'lam.

Inilah esensi dari hari Nahr! ketaqwaan lah yang sebenarnya menjadi tujuan dari rangkaian ibadah kurban dan haji ini. Mungkin kondisi kita saat ini lebih baik daripada kondisi keluarga Ibrahim alaihissalam waktu itu. Maka nikmat yang Allah berikan ini seyogyanya kita syukuri, salah satunya dengan wujud ibadah kurban ini. "Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah.." [QS. Al-Kautsar: 1-2]

Mudah-mudahan Allah berikan kemampuan kita untuk meneladani keluarga Ibrahim alaihissalam. Hadaanallahu wa iyyakum ajmaiin.

*Muharram, Yang Pertama nan Istimewa*

Oleh: Humamuddin


Yang muncul pertama, itulah biasanya yang akan paling dikenal. Kalau Anda tinggal di desa, atau di kota pun juga sama kayaknya, banyak orang menyebut air minum dalam kemasan dengan sebutan Aqua, atau deterjen dengan sebutan Rinso, padahal banyak merk selainnya. "Oya, jangan lupa beli Sarimi ya!" padahal yang dimaksud mie instan. Sering gak? hehe.. ya karena nama2 tersebutlah yang pertama ada, maka tak heran jika yang pertamalah yang lebih diingat. Yang pertama itu istimewa.
Muharram adalah yang pertama dari 12 bulan hijriyyah. Tapi penyebab istimewanya bukan hanya karena kemunculannya yang pertama. Dalam musyawarah kala itu, para shahabat berijma' menentukan Muharram sebagai awal bulan hijriyah dengan berbagai pertimbangan. Sahabat Utsman dan Umar mengusulkannya karena pada bulan Muharram kaum muslimin telah selesai dari ibadah besar yaitu haji. Ibnu hajar rahimahullah menyatakan alasan lainnya dalam Fathul Bari, yaitu karena tekad untuk berhijrah itu dimulai pada bulan Muharram, dan hijrah ke Madinah sendiri terjadi di akhir bulan Shafar.
Muharram juga memiliki keistimewaan lain, ianya merupakan salah satu dari 4 bulan Haram yang mulia (dzulhijjah, dzulqo'dah, muharram, dan rajab) sebagaimana ditegaskan Allah dalam surat At-Taubah ayat 36. Di bulan-bulan Haram tersebut diharamkan peperangan di dalamnya kecuali jika diserang terlebih dahulu. "Kemudian Allah menjadikannya bulan-bulan haram," lanjut Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu dalam Tafsir Ibnu Hatim, "Allah membesarkan hal-hal yang diharamkan di dalamnya, menjadikan perbuatan dosa di dalamnya lebih besar dan menjadikan amalan sholeh dan pahala juga lebih besar di dalamnya."
Bahkan saking istimewanya Muharram, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menyebutnya sebagai syahrullah (bulan Allah), dan para ulama menyebutnya sebagai syahrullah al-asham (bulan Allah yang sunyi), dimana memang disunnahkan memperbanyak ketaatan di dalamnya, salah satunya adalah melalui puasa Asyura' tanggal 10 Muharram yang dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu sebagaiman termaktub dalam hadits riwayat Muslim. Dianjurkan pula puasa pada tanggal 9 Muharram untuk menyelisihi orang Yahudi dan Nasrani yang juga berpuasa pada tanggal 10 Muharram. Maka supaya tidak menyerupai mereka, dianjurkan juga berpuasa tanggal 9 Muharram. Dan Nabi pun pernah berkeinginan untuk berpuasa pada tanggal 9 Muharram, tapi belumlah sampai pada tahun berikutnya, beliau shallallahu 'alaihi wasallam sudah meninggal dunia. Bahkan puasa di bulan Muharram merupakan puasa yang paling utama setelah puasa Ramadhan, sebagaimana disebutkan dalam riwayat Muslim, "Seutama-utama puasa setelah Ramadhan adalah puasa di bulan Allah, Muharram."
Terlepas dari berbagai keutamaan bulan Muharram menurut syariat islam. Sampai saat ini, masih ada anggapan beredar di masyarakat kita, khususnya di Jawa, bahwa bulan Muharrom atau bulan Suro ini adalah bulan keramat, penuh mistik. Biasanya mereka mengadakan upacara memandikan keris, bahkan ada yang sampai tidak berani mengadakan walimatul ursy atau pernikahan di bulan ini karena takut sial dan seterusnya, tentu yang seperti ini tidaklah benar. Lain lagi dengab orang-orang syi'ah, mereka menganggap bulan Muharram sebagai bulan peratapan atas kematian Husain bin Ali radhiyallahu anhu, maka tak heran kalau orang2 syiah melukai punggung mereka dengan pedang, para perempuannya memukul-mukul tubuh mereka, dan menyobek-nyobek baju, dan seterusnya sebagai bentuk peringatan atas kematian Husain katanya..
Nah, bagi kita sebagai umat islam, bulan Muharram sejatinya adalah bulan ketaatan. Ianya adalah bulan introspeksi dan perbaikan diri karena kita tahu bahwa ianya memiliki berbagai keistimewaan. Mudah-mudahan kita bisa mengawali tahun baru hijriyyah kali ini dengan ketaatan dan semangat baru. Semangat perbaikan dan perjuangan. Semoga keberkahan selalu menyertai kita semua.

Jumat, 24 Juni 2016

"Semua Bermula dari Al-Qur'an"



Al-Qur'an adalah sumber keberkahan hidup, dan banyak orang sudah membuktikannya dari generasi ke generasi. Siapa yang mendahulukan prioritasnya pada Al-Quran, maka pasti Allah akan angkat derajatnya dengan Al-Qur'an. Nah, disini saya hendak menyajikan sebuah kisah, yang mudah-mudahan bisa diambil pelajaran dan manfaat darinya.

Anda pernah denger nama Ust.Yusuf Mansur kan? saya rasa hampir semua umat muslim di Indonesia pernah mendengar namanya. Allah memang memberikannya amanah berupa popularitas untuk tujuan dakwah yang lebih luas, Kalau kita perhatikan, beliau ini terkenal karena dua hal, yang pertama Al-Qur'an, dan yang kedua sedekah. Ya, beliau seorang hafidzul Qur'an (Mudah-mudahan Allah menjaga beliau) yang menggiatkan diri dengan tahfidzul Qur'an hingga ke pelosok Indonesia, kemudian beliau juga ahlinya 'ngompori' orang untuk sedekah. Masya Allah!

Nah, apa sih rahasia beliau hingga bisa seperti itu? Ternyata itu semua bermula dari orang tuanya, terutama ibunya. Dan kalau kita telisik, Yusuf Mansur itu ternyata bukan nama asli beliau, kalau dilihat di KTP, nama asli beliau adalah Jam'an Nurkhatib Mansur, sedangkan Yusuf adalah nama panggilan sayang dari Ibunya. Jam'an NurKhatib artinya orang yang mengumpulkan cahaya para khatib, orang tuanya sengaja memeberikan nama itu dengan harapan anaknya mampu menjadi da'i yang mampu menghimpun semua kelebihan-kelebihan yang dimiliki para khatib. Masya Allah (Ini sekaligus menjadi nasihat bagi para orang tua dan calon orang tua agar memberikan nama terbaik untuk anak-anaknya kelak, hehe)

Hal yang paling membuat perubahan pada diri Yusuf Mansur adalah perkataan Ibunda beliau kepadanya saat masih kecil, "Yusuf, Ibu ingin ketika ibu kelak meninggal dunia, ibu menghadap Allah, kemudian Allah berkata, "Wahai hambaku, apakah yang kamu bawa menghadapku?", kemudian ibu mengatakan, "Ya Allah, hamba tidak membawa apapun menghadapmu, hamba hanya membawa anak yang hafal Al-Qur'an, menantu yang hafal Al-Qur'an, dan cucu yang hafal Al-Qur'an". Maka Yusuf, kalau kamu ingin membahagiakan ibu, hafalkanlah Al-Qur'an, Nikahlah dengan perempuan yang hafal Al-Qur'an, dan didiklah anakmu kelak dengan Al-Qur'an, dan ibu akan sangat bangga sekali denganmu, dan itu adalah kebahagiaan buat ibu, nak." (Bukan bermaksud 'ngompor-ngompori' lho ya, tapi kalau ada yang merasa 'terkompori', mudah-mudahan itu lebih baik, hehe :-) ).

Masya Allah.. nasihat ibunya lah yang kemudian membuat beliau menjadi seperti sekarang. Bukan gelar sarjana lah yang kemudian menjadikan Yusuf Mansur terkenal, tapi Al-Qur'an. Ya Al-Qur'an lah yang akan menjadi penuntun hidup. Al-Qur'an lah yang kemudian akan menjadi cahaya di dalam dada orang-orang yang berkomitmen dengannya, dan juga sekali lagi, ianya akan mengangkat derajat seseorang di dunia dan akhirat, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, "Sesungguhnya Allah mengangkat derajat suatu kaum dengn kitab ini (yakni Al-Quran) dan merendahkan kaum lainnya dengannya.” [H.R. Muslim dari shahabat Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu 'anhu]

Yang perlu kita garis bawahi pula adalah, bahwa saat kita berhasil dan sukses, sesungguhnya yang berhasil adalah orang tua dan guru-guru kita, Do'a-doa mereka lah yang kemudian memudahkan setiap langkah kita, maka tidaklah pantas kiranya kemudian kita membangga-banggakan diri atas raihan dan capaian kita.

Ya Allah. Ya Rahman Ya Rahiim.. karuniakanlah kepada kami kecintaan terhadap Al-Quran, Jadikanlah kami orang yang mencintai dan dicintai Al-Qur'an, Merindui dan dan dirindu Al-Qur'an. Mengenali dan dikenali Al-Qur'an, Ya Allah mudahkanlah kami untuk memabaca dan memahami Al-Qur'an, di rumah kami, di universitas dan tempat kerja kami, di surau dan langgar kami, di kios dan toko kami, dan dimanapun serta kapan pun.

Ya Allah, jadikanlah kami Ahlul Qur'an, Jadikanlah ia petunjuk, rahmat, dan cahaya di mata, pikiran, dan hati kami. Aamiin :-)

Aleppo, Kota Bersejarah Yang (Tidak) Tinggal Sejarah






“Syria is our country and we want to go back there. We don’t know who is right and who is wrong, but I know we civilians are paying the price,” (Hiba, pengungsi Suriah di Lebanon)

Aleppo, atau disebut dengan Halab merupakan salah satu kota terbesar di Suriah. Aleppo termasuk salah satu kota tertua di dunia yang penuh sejarah. Ia menjadi bukti keberanian Khalid bin Walid ketika menaklukkannya pada tahun 634 masehi. Ia menjadi saksi kejayaan Daulah Umayyah, dimana Al-Walid I pada awal abad ke-8 membangun sebuah masjid terbesar di Suriah. Masjid Agung Aleppo. Ia juga menjadi saksi kegagahan Shalahuddin Al-Ayyubi dan dinasti Ayyubiyah yang memegang kendalinya hingga abad ke-11.

Banyaknya pergulatan kekuasaan dan pertempuran yang terjadi di Aleppo, tak lain bersebab Aleppo merupakan salah satu kota yang punya peran strategis dalam bidang ekonomi, sejarah, politik, dan kebudayaan dunia. Aleppo pernah beberapa kali berpindah tangan dalam sejarahnya, mulai Bani Fathimiyah, bangsa Seljuk, Romawi, dan Turki. Tercatat pada tahun 1280-an, pasukan Mongol dibawah pimpinan Hulagu Khan pernah mengambil alih kota ini, mereka menjarah pasar, dan membakar masjid, sehinggga kaum muslimin saat itu harus melarikan diri ke Damaskus. Terdapat pula bangunan Krak des Chevaliers, benteng terkuat pasukan salib yang dibangun antara abad ke 12 dan 13 ini sangat ditakuti, pada akhirnya bisa ditembus oleh Sultan Baibars dari Kesultanan Mamluk tahun 1271.

Beberapa tahun terakhir, sejak pemerintahan Suriah dikuasai oleh rezim Syi'ah Nushairiyah, protes anti-rezim Bashar Assad mulai nampak. Hingga pada Februari 2012, pertempuran menjadi tak terelakkan antara kelompok Sunni-Syi’ah. Aleppo membara. Bentrokan, ledakan bom, dan baku tembak terjadi. Pertempuran Sunni-Syiah terus berlanjut. Pada akhir 2013, pasukan rezim Syi’ah Nushairiyah menggiatkan serangan udara dengan bom barel yang mematikan di Aleppo. Gencatan senjata memang sempat digulirkan, tetapi tidak bertahan lama karena pertempuran kembali bergejolak. Rusia pun tak mau kalah ikut mendukung rezim Nushairiyah sejak 2015.

Kini, Aleppo tengah dirundung duka, Aleppo sedang membara. Aleppo memerah darah. Serangan bertubi-tubi oleh rezim Nushairiyah selama lebih dari dua pekan tanpa henti telah menyebabkan lebih dari 200 orang harus meregang nyawa dalam sepekan terakhir, sementara ratusan lainnya luka-luka. Ratusan situs bersejarah, masjid, rumah sakit, dan pasar hancur, luluh lantak, rata. Masjid Agung Aleppo yang berusia lebih dari 1000 tahun pun tak luput terkena dampaknya, masjid ini juga ikut hancur. Belasan ribu keluarga sipil tengah tertatih-tatih di tengah bangunan yang tinggal puing-puing, terjebak dalam gempuran perang. Kelaparan dan kesulitan air bersih menjadi hal yang merata. Di tengah keadaan yang genting dan mencekam tersebut, ternyata tenaga kesehatan dan dokter juga sangat minim, berdasarkan data dari Medicine Sans frontiers (MSF) hanya ada 70-80 orang dokter dan tenaga kesehatan yang masih bertahan di Aleppo saat ini. Jumlah ini hanya 5 persen dari total jumlah tenaga kesehatan yang seharusnya, sebagian besar mereka sudah meninggalkan Aleppo.

Yang lebih mencengangkan, menurut United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), akibat pertempuran yang tiada berhenti, lebih dari 10.000 orang telah tewas per April 2016, dan lebih dari 4,8 juta orang terpaksa mencari suaka dengan mengungsi, diantaranya ke Turki, Lebanon, Yordania, Irak, Mesir, Afrika Utara, dan Eropa.

Dunia seakan bungkam menyaksikan krisis kemanusiaan yang terjadi di Suriah. Televisi dan media kita juga diam, tidak ada riuh kabar yang terdengar, seolah bencana kemanusiaan di Suriah tiada menjadi urusan. Yang penting rating tinggi dan keuntungan meningkat. Namun, di tengah kebisuan ini, kita pantas bersyukur karena ada orang-orang yang masih peduli, bersuara, dan bergerak mengulurkan bantuan. Hati mereka saling terpaut satu sama lain atas dasar keimanan. Ribuan kilometer jarak yang memisahkan mereka tidak membuat hati mereka menjauh. Perbedaan ras dan usia juga tidak membuyarkan keinginan untuk membantu. Perbedaan bahasa tidak membuat hati mereka mengeras membatu. Inilah iman! hanya Allah lah yang Maha Mampu untuk membuat hati-hati mereka bertaut mesra dalam ukhuwah...

“Seandainya engkau berinfak sepenuh bumi, engkau tak kan bisa menyatukan hati mereka, tapi Allah lah yang menyatukan.” (Al-Anfal: 63).

Kita memohon kepada Allah agar menyatukan hati kaum muslimin, mengokohkan langkah juang mereka, dan memperbaiki kondisi mereka dimanapun berada, khususnya mereka yang berada di Aleppo. Allah lah sebaik-baik penolong dan pelindung.. Wallahul Musta'an.

"Ya Allah, satukan hati orang-orang beriman dan satukan kalimat mereka atas agamaMu! perbaikilah urusan diantara mereka, tolonglah mereka terhadap musuh-musuhmu dan musuh-musuh mereka.."

Referensi gambar: http://www.dw.com/

Minggu, 08 Februari 2015

Mengapa Perlu Menghafal Ilmu?


Ini adalah cover buku karya Imam Al-Jauzi (Wafat tahun 597 H), judul terjemahannya "Anjuran untuk Menghafal Ilmu." Nama asli beliau Abdurrahman, seorang ulama' yang mempunyai kontribusi hampir dalam semua bidang ilmu. Beliau ahli tafsir, Ahli Fiqih, dan dalam ilmu hadits dijuluki al-huffadz (Penghafal yang Hebat), sejarawan yang sangat luas ilmunya. Beliau dijuluki Al-Wa'aadh (Sang Penasehat) karena luasnya ilmu yang dimiliki. Majlisnya dihadiri oleh ribuan orang, tidak hanya orang islam, orang non islam pun juga datang.

Ada yang menarik dari bukunya ini. Kawan... :D

Ya, tidak cukup hanya belajar dan memahami ilmu, tapi juga harus menghafalnya. Beliau menulis buku ini karena melihat para penuntut ilmu di zaman beliau mulai dihinggapi kemalasan untuk menghafal ilmu.

Bagaimana dengan kondisi kita sekarang? Astaghfirullah!!

Inilah sistem pendidikan islam yang sesungguhnya !! Menghafal !!

Akan tetapi yang terjadi saat ini, sistem pendidikan kita ternyata bukanlah sistem pendidikan yang berasal dari Islam. Kita sering mendengar bahkan membaca penelitian ilmiah bahwa menghafal itu tidak ramah otak dan sebagainya karena memang para penggagasnya tidak menyukai hafalan. Mereka mengatakan bahwa cukup memahami ilmu saja, cukup belajar saja. Mereka mengubur dalam-dalam konsep 'Menghafal' Ilmu. Padahal sejatinya inilah kekuatan umat islam, yaitu adanya sanad. dan ini pulalah yang menjaga keshahihan suatu Hadits hingga sekarang.

Maka tidak heran, terkadang kita belajar satu hal sekarang, seminggu kemudian kita sudah lupa dan tidak sanggup menghadirkannya ketika disuruh menerangkan ke orang lain. Lain halnya dengan para ulama kita terdahulu, mereka bahkan mengulangi hafalan pelajarannya minimal 60 kali seperti yang dilakukan Imam Syafi'i. Akibatnya, pemahaman mereka terhadap ilmu sangat luar biasa.

Ilmu mereka tidak terletak di kertas, tetapi terletak di sanubari mereka. Tidak juga terletak di laptop seperti kita saat ini :-) yang kalau laptopnya hilang, hilang juga ilmunya.... hehe

Dan terakhir, Syaikh Muhammad Quthb, seorang ahli pendidikan islam memberikan komentar mengenai sistem pendidikan yang ada saat ini dalam bukunya, "Dua bidang ilmu yang paling banyak dimasuki konsep yahudi adalah ilmu pendidikan dan psikologi."

Oleh karenanya, kata Imam Malik bin Anas, "Lan tashluha haadzihil ummah illa bimaa sholuha bihii awwaluhaa" 'Generasi akhir ummat ini tidak akan menjadi baik, melainkan dengan mengikuti konsep dan metode yang menjadikan ummat terdahulu baik.'

Kalau ummat ini mau bangkit dari keterpurukan dan menjadi pionir dalam segala hal sebagaimana dulu pernah memimpin dunia, tidak ada jalan lain kecuali kita menerapkan sistem pendidikan 'salafush shalih', para sahabat, tabiin, dan tabiut tabiin. Wallahu a'lam.. :-)

Mudah-mudahan kita semua dikaruniai semangat yang selalu membara dan hafalan yang kuat sebagaimana para 'salaful ummah' dulu. Aamiin
Oya kelupaaan, Yang pengen baca bukunya bisa didownload di link berikut, atau disini tapi pake bahasa arab ya. hehe... Maaf belum ada ebook Indonesianya


Ada Cinta dalam Keteladanan




Kita bisa saja memberi tanpa mencinta
Tapi kita tak pernah bisa mencinta tanpa memberi

Sejenak marilah kita menjumpai Rasulullah dan para shahabat yang sedang berehat sejenak setelah pertempuran Hunain. Bagaimanapun ini pertempuran dahsyat. Awal-awal, adalah kaum muslimin merasa bangga akan kekuatan dan jumlah mereka. Dua belas ribu orang yang berbaris riang memang bukan jumlahyang sedikit. Tetapi Allah hendak mengajarkan bahwa logika jumlah, bukanlah segalanya. Di atas itu semua, ada keimanan dalam dada, sikap tawadhu’ penuh waspada,dan kesatuan hati yang kokoh dalam takwa.

“Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (hai para mukminin) di medan peperangan yang banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu di waktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlah (mu), maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikitpun, dan bumi yang luas itu telah terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari kebelakang dengan bercerai-berai.” (Q.s at-Taubah [9]: 25)

Ini adalah hari yang sulit. Ketika Rasulullah menyaksikan hanya para shahabat yang tertarbiyah sejak awal risalah yang tersisa di samping beliau. Jumlahnya sedikit. Di manakah dua belas ribu? Mereka berlari cerai berai sementara Abu Sufyan bin Harb berteriak, “Mereka takkan berhenti berlari sampai mencapai laut!” Beliau Saw sampai berseru lantang, “Kembalilah kalian! Aku adalah Rasulullah! Aku putra Abdul Muthalib!”

Akhirnya al-Abbas, paman Nabi berseru lantang memanggil kelompok-kelompok orang.“Wahai orang-orang Anshar! Wahai mereka yang telah berbaiat di bukit Aqabah!” Demikianlah satu persatu menyambut seruan, “Labbaik.. Labbaik..”

Kini situasi berbalik. Seluruh wadya kabilah Hawazin dan Tsaqif telah tercerai berai dan melarikan diri ke benteng mereka di Thaif. Mereka meninggalkan keluarga dan harta benda mereka tanpa sempat menoleh. Semula pemimpin mereka berharap bahwa membawa serta keluarga anak-anak, dan harta benda ke pertempuran akan membuat mereka berperang dengan penuh semangat. Masalahnya mereka bertaruh kekayaan. Tetapi heroisme Rasulullah dan para shahabat jauh lebih mengerikan bagi mereka dari kehilangan apapun. Mereka menyayangi nyawa.


Kini tinggallah Rasulullah membagikan rampasan perang yang terdiri atas berlembah-lembah kambing, unta, emas, perak, dan tawanan. Pertimbangan manusiawi mengatakan, kaum Anshar yang paling berhak mendapatkan rampasan Hunain yang memenuhi wadi dan lembah itu. Tapi Rasulullah justru membagikannya kepada pemuka-pemuka Thulaqaa, muallaf Mekah yang paling depan dalam melarikan diri dari pertempuran dan berkata, “Mereka takkan berhenti berlari sampai mencapai laut!”

Ada sesuatu yang mengganjal setelah pembagian itu, sesuatu yang disampaikan oleh Sa’ad bin Ubadah dan membuat orang-orang Anshar dikumpulkan di sebuah kandang kambing raksasa. Rasulullah datang dan berbicara kepada mereka.

“Amma ba’d. Wahai semua orang Anshar, ada kasak kusuk yang sempat kudengar dari kalian, dan di dalam diri kalian ada perasaan yang mengganjal terhadapku. Bukankah dulu aku datang, sementara kalian dalam keadaan sesat lalu Allah memberi petunjuk kepada kalian melalui diriku? Bukankah kalian dulu miskin lalu Allah membuat kalian kaya? Bukankah dulu kalian bercerai berai lalu Allah menyatukan hati kalian?”

Mereka menjawab, “Begitulah. Allah dan Rasul-Nya lebih murah hati dan lebih banyak karunianya.”

“Apakah kalian tak menjawabku, wahai orang-orang Anshar?” Tanya beliau.

Mereka ganti bertanya, “Dengan apa kami menjawabmu Ya Rasulullah? Milik Allah dan Rasul-Nyalah anugerah dan karunia.”

Beliau bersabda, “Demi Allah, kalau kalian menghendaki, dan kalian adalah benar lagi dibenarkan, maka kalian bisa mengatakan padaku: Engkau datang kepada kami dalam keadaan didustakan, lalu kami membenarkanmu. Engkau datang dalam keadaan lemah lalu kami menolongmu. Engkau datang dalam keadaan terusir lagi papa lalu kami memberikan tempat dan menampungmu.”

Sampai di sini air mata sudah mulai melinang, pelupuk mereka terasa panas, dan isak mulai tersedan.

“Apakah di dalam hati kalian masih membersit hasrat terhadap sampah dunia, yang dengan sampah itu aku hendak mengambil hati segolongan orang agar masuk Islam, sedangkan keislaman kalian tak mungkin lagi kuragukan?”

“Wahai semua orang Anshar, apakah tidak berkenan di hati kalian jika orang-orang pulang bersama domba dan unta, sedang kalian kembali bersama Allah dan Rasul-Nya ke tempat tinggal kalian?”

Isak itu semakin keras, janggut-janggut sudah basah oleh airmata….

“Demi Dzat yang jiwa Muhammad dalam genggaman-Nya, kalau bukan karena hijrah, tentu aku termasuk orang-orang Anshar. Jika manusia menempuh suatu jalan di celah gunung, dan orang-orang Anshar memilih celah gunung yang lain, tentulah aku pilih celah yang dilalui orang-orang Anshar. Ya Allah, sayangilah orang-orang Anshar, anak orang-orang Anshar, dan cucu orang-orang Anshar” Rasulullah menutup penjelasannya dengan doa yang begitu menentramkan.

Dan tentu, akhir dari semua ini memesona, sememesona semua pengorbanan orang-orang Anshar selama ini, “Kami ridha kepada Allah dan Rasul-Nya dalam pembagian ini. Kami ridha Allah dan Rasul-Nya menjadi bagian kami”

Allahumma sholli wasallim ‘ala Muhammad.. 

dikutip dari buku "Baarakallaahu Laka Bahagianya Merayakan Cinta" - Salim A. Fillah

Senin, 19 November 2012

Perjanjian-Perjanjian yang Diikuti Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam

Oleh: Humamuddin

Pendidikan Bahasa Arab
Sekolah Tinggi Islam Al-Mukmin (STIM) Ngruki Sukoharjo

Anda bisa men-download ulasan tentang 'Perjanjian-Perjanjian yang Diikuti Rasulullah' di link berikut.

Semasa hidupnya, Rasulullah Shallallhu 'Alaihi Wasallam banyak sekali melakukan perjanjian, perundingan, dan kesepakatan dengan masyarakat di sekitarnya. Baik sebelum maupun sesudah menjadi nabi. Hal ini menunjukkan bahwa Beliau adalah orang yang sangat memperhatikan terciptanya kedamaian dan ketentraman dalam masyarakat. Juga menjadi bukti bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam merupakan seorang yang pandai berdiplomasi sekaligus politikus handal di zamannya. Berikut adalah beberapa perjanjian yang pernah diikuti oleh beliau disarikan dari kitab Ar-Rahiqul Makhtum karya Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri.

1.      Hilful Fudhul


        Perjanjian ini terjadi sebelum Beliau Shallallahu 'alaihi wasallam diutus menjadi rasul, tepat setelah perang Fijar, pada bulan Dzulqa’dah. Hampir seluruh kabilah Quraisy berkumpul dalam perjanjian ini, terdiri dari Bani Hasyim, Bani Muthalib, Asad bin Abdul Uzza , Zahrah bin Kilab, dan Taim bin Murrah, Rasulullah Saw menghadiri pula perjanjian ini. Mereka berkumpul di kediaman Abdullah bin Jud’an At-taimi. Adapun isi perjanjian tersebut adalah:
  1. Bersepakat dan berjanji untuk tidak membiarkan ada orang yang didhalimi di Mekkah, baik dia penduduk asli maupun pendatang. 
  2. Dan bila hal itu terjadi, maka mereka akan bergerak menolongnya hingga dia meraih haknya kembali 
         Setelah beliau dimuliakan Allah dengan risalah, beliau berkomentar:
       Aku telah menghadiri suatu perjanjian di kediaman Abdullah bin Jud’an  yang lebih aku sukai ketimbang aku memiliki unta merah. Andai pada masa Islam Aku diundang untuk menghadirinya, niscaya Aku akan memenuhinya

2.      Mitsaqudh Dhulmi (Piagam Kedhaliman)

        Orang-orang musyrik berkumpul di kediaman Bani Kinanah yang terletak di lembah Al-Mahshib dan bersumpah untuk tidak menikahi Bani Hasyim dan Bani Muthalib, tidak berjual beli dengan mereka, tidak berkumpul, berbaur, memasuki rumah, berbicara serta tidak akan menerima perdamaian dari mereka dan tidak akan berbelas kasihan dengan mereka sebelum  mereka menyerahkan Rasulllah Saw untuk dibunuh. Pernyataan tersebut ditulis oleh Baghidh bin Amir bin Hasyim. Rasulullah mendoakan keburukan atasnya dan dia pun mengalami kelumpuhan di tangannya sebagaimana doa beliau.

3.      Baiat Aqabah I (Perjanjian Aqabah 1)

        Perjanjian ini terjadi di sisi bukit Aqabah di Mina. Terjadi pada musin haji tahun 11 Hijriyah dari kenabian, bertepatan dengan Juli 621 M, datanglah 12 orang laki-laki, diantaranya 5 orang dari 6 orang yang pernah menghubungi beliau pada musim haji tahun sebelumnya, seorang yang tidak hadir kali ini adalah Jabir bin Abdullah bin Ri’ab, 12 orang itu adalah:

1)   Muadz bin Al-Harits bin Afra’ - Bani Najir (suku Khajraj)
2)   Dzakwah bin Abdul Qais  - Bani Zuraiq (suku Khajraj)
3)   Ubadah bin Ash-Shamit - Bani Ghanam (suku Khajraj)
4)   Yazid bin Tsa’labah - sekutu Bani Ghanam (suku Khajraj)
5)   Al-Abbas bin Ubadah bin Nadhlah - suku Bani Salim (suku Khajraj)
6)   Abu Al-Haitsam bin Ali Taihan - suku Bani  Abdul Asyhal(suku Aus)
7)   Uwaim bin Sa’idah - Bani Amr bin Auf (suku Aus)
8)   As’ad bin Zurarah- Bani Najjar
9)   Auf bin Al-Harits bin Rifa’ah bin Afra’- Bani Najjar
10)   Rafi’ bin Malik bin Al-Ajlan- Bani Zuraiq
11)   Quthbah bin Amir bin Hadidah- Bani Salamah
12)   Aqabah bin Amir bin Nabi- Bani Hiram bin Ka’ab 
         Isi dari Baiat Aqabah ini adalah sebagaimana yang telah diriwayatkan Al-Bukhori dari Ubadah bin Ash-Shamit bahwa Rasulullah Saw bersabda:

      Kemarilah dan berbaiat kepadaku untuk tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anak kalian, tidak berbuat dusta yang kalian ada-adakan antara tangan dan kaki kalian dan tidak berbuat maksiat terhadapku dalam hal yang makruf.
       Siapa saja diantara kamu yang menepati, maka Allah-lah yang akan mengganjar pahalanya, dan siapa saja yang mengenai sesuatu dari hal itu lalu diberi sanksi karenanya di dunia, maka itu adalah penebus dosa baginya, siapa saja yang mengenai sesuatu dari hal itu lalu Allah menutupi aibnya , maka urusannya tergantung kepada Allah, jika Dia menghendaki, Dia mengadzabnya dan jika Dia menghendaki, Dia akan memaafkannya.”

4.      Baiat Aqabah II (Perjanjian Aqabah 2)
         Pada musin haji tahun 13 Hijriyah dari kenabian, bertepatan dengan Juli 622 M, hampir tujuh puluh orang muslim madinah datang ke Mekkah untuk menunaikan manasik haji. Seorang pemimpin Anshar, Ka’ab bin Malik Al-Anshari meyebutkan bahwa mereka terdiri dari 30 orang laki-laki dan 2 orang perempuan, yaitu Nusaibah binti Ka’ab (Ummu ‘Ammar) dari Bani Mazin bin An-Najjar dan Asma’ binti Amr (Ummu Mani’) dari Bani Salamah.
Isi dari baiatnya adalah:
  1. Mendengar dan taat kepada Rasulullah dalam kondisi semangat maupun malas
  2. Berinfak ketika masa sulit dan mudah
  3. Berbuat amar ma’ruf dan nahi munkar
  4. Tegar di jalan Allah, tidak peduli dengan celaan para pencela selama berada di jalan Allah
  5. Menolong Rasulullah ketika beliau datang kepada mereka, Mereka melindungi beliau dari hal yang biasa  mereka lakukan untuk melindungi diri mereka sendiri,  istri-istri dan anak-anak mereka, jika ini mereka lakukan, maka bagi mereka surga.
       Rasulullah juga meminta agar dipilih dua belas orang kepala kaum untuk menjadi pemimpin bagi kaum mereka dan Beliau mengambil perjanjian terhadap mereka untuk diserahi tanggung jawab dalam melaksanakan poin-poin baiat tersebut, mereka terdiri dari sembilan orang suku Khajraj dan tiga orang suku Aus.

       Para pemimpin terpilih dari suku Khajraj adalah:
1)     Asad bin Zurarah bin ‘Ads
2)     Sa’ad bin Ar-rabi’ bin Amr
3)     Abdullah bin Rawahah bin Tsa’labah
4)     Rafi’ bin Malik bin Al-Ajlan
5)     Al-Bara’ bin Ma’rur bin Sakhr
6)     Abdullah bin Amr bin Haram
7)     Ubadah bin Ash-Shamit bin Qais
8)     Sa’ad bin Ubadah bin Dulaim 
9)     Al-Mundzir bin Amr bin Khunais 
        Sementara para pemimpin terpilih dari suku Aus adalah:
1)    Usaid bin Hudhair  bin Sammak
2)    Sa’ad bin Khaitsamah bin Al-Harits
3)    Rifa’ah bin Abdul Mundzir bin Zubair

5.      Mitsaqul Madinah (Piagam Madinah)
          Mitsaqul Madinah ini mencakup perjanjian di kalangan kaum muslimin sendiri, dan perjanjian dengan Yahudi di Madinah.

A.   Perjanjian di kalangan kaum muslimin
          Antara Nabi dan kaum muslimin Quraisy serta Yatsrib serta siapapun yang mengikuti, menyusul mereka dan berjihad bersama mereka kelak. Isi perjanjiannya adalah:
  1. Mereka adalah umat yang satu di luar golongan lain
  2. Saling bekerja sama dalam menerima atau membayar suatu tebusan dengan adat kebiasaan yang berlaku.

  3. Tak boleh meninggalkan seorang pun yang menanggung beban hidup diantara mereka serta memberinya secara makruf dalam membayar tebusan atau membebaskan tawanan.

  4. Harus melawan orang yang berbuat zalim.

  5. Tak boleh membunuh orang mukmin karena membela seorang kafir.

  6. Tak boleh membantu orang kafir dengan mengabaikan orang mukmin lainnya.

  7. Orang yahudi yang mengikuti mereka berhak mendapatkan pertolongan dan persamaan hak.

  8. Tak boleh mengadakan perdamaian sendiri dengan selain mukmin dalam suatu peperangan di jalan Allah.

  9. Orang musyrik tak boleh melindungi harta atau orang Quraisy dan tak boleh merintangi orang mukmin.

  10. Siapa yang membunuh orang mukmin yang tak bersalah harus mendapat hukuman setimpal kecuali apabila pihak walinya merelakannya, dan setiap mukmin harus bangkit membela.

  11. Tak boleh membantu dan menampung orang jahat. Siapa yang melakukannya, dia berhak mendapat laknat Allah dan murka-Nya pada hari kiamat dan tak ada tebusan yang bisa diterima.
  12. Perkara apapun yang diperselisihkan harus dikembalikan pada Allah dan Rasul-Nya Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam
B. Perjanjian dengan Yahudi di Madinah
         Butir- butir perjanjian tersebut adalah:
  1. Orang-orang yahudi Bani Auf adalah satu umat dengan orang mukmin, bagi mereka agama dan pengikut mereka begitupula bagi orang mukmin. Hal ini berlaku pula bagi orang yahudi selain Bani Auf.
  2. Orang yahudi wajib menanggung nafkah mereka sendiri, begitupula kaum muslimin.

  3. Semua pihak saling membantu dalam menghadapi musuh yang hendak membatalkan perjanjian ini.

  4. Mereka saling menasihati, berbuat baik, dan tidak boleh berbuat jahat.

  5. Wajib membantu orang yang dizalimi

  6. Orang yahudi harus sepakat dengan orang mukmin ketika kaum muslimin terjun dalam kancah pertempuran

  7. Yatsrib adalah kota yang dianggap suci bagi setiap orang yang menyetujui perjanjian ini.

  8. Jika terjadi sesuatu atau perselisihan diantara mereka yang dikhawatirkan menimbulkan kerusakan, maka penyelesaiannya dikembalikan kepada Allah dan Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam.

  9. Orang-orang Quraisy tak boleh mendapat perlindungan dan tidak boleh ditolong.

  10. Mereka harus saling tolong menolong dalam menghadapi orang yang hendak menyerang Yatsrib.

  11. Perjanjian ini tak boleh dilanggar, kecuali memang dia orang yang zalim dan jahat. 

6.      Perjanjian dengan Bani Juhainah
          Bani Juhainah merupakan suatu suku yang bertempat tinggal berjarak 3 Marhalah dari Madinah. Satu Marhalah sama dengan perjalanan kaki selama satu hari.  Isi perjanjiannya adalah bahwa mereka saling bekerja sama dan tidak saling menyerang antara kedua belah pihak.

7.      Perjanjian dengan Bani Dhamrah
          Terjadi pada perang Abwa’ atau Waddan, pada bulan Shafar 2 H bertepatan dengan Agustus 623 M. Isi perjanjian antara Rasulullah dengan Amr bin Makhsyi, pemimpin Bani Dhamrah adalah sebagai berikut:
      “Ini adalah perjanjian dari Muhammad, utusan Allah, dengan Bani Dhamrah. Sesungguhnya harta dan diri mereka dijamin keamanannya, dan mereka berhak mendapatkan pertolongan jika ada yang menyerang mereka, kecuali jika mereka memerangi agama Allah. Jika Nabi mengajak mereka agar memberi pertolongan, maka mereka harus memenuhinya.

8.      Perjanjian dengan Bani Mudlij
        Terjadi pada perang Dzul Usyairah, pada Jumadil Ula dan Jumadil akhirah 2 H bertepatan dengan November dan Desember  623 M. Isi perjanjian antara Rasulullah dengan Bani Mudlij, sekutu Bani Dhamrah yaitu: saling bekerja sama dan tidak saling menyerang antara kedua belah pihak.

9.      Perjanjian Baiatur Ridwan
         Rasulullah melakukan baiat kepada kaum muslimin yang ingin berumrah bersama beliau pada tahun ini. Hal ini terjadi karena tersiar kabar bahwa Utsman bin Affan yang menjadi duta Rasulullah untuk kaum Quraisy telah terbunuh. Maka para sahabat berkerumun di sekeliling beliau dan mengucapkan baiat untuk tidak melarikan diri. Bahkan, diantara mereka ada yang berbaiat untuk bersedia mati. Orang yang pertama mengucapkan baiat adalah Sinan Al-Asadi, sementara itu Salamah Al-Akwa’ mengucapakan baiat hingga tiga kali. Dalam baiat ini, beliau memegang tangannya sendiri lalu bersabda: ”Ini (baiat) untuk Utsman.”

10.  Perjanjian Hudaibiyah

          Terjadi pada Dzulqa’dah 6 H antara Rasulullah dan kaum Quraisy yang diwakili Suhail Bin Amr. Isi kesepakatan perjanjian Hudaibiyah:
  1. Rasulullah harus pulang pada tahun ini dan tak boleh masuk Mekkah kecuali pada tahun depan bersama kaum Muslimin. Mereka diberi jangka waktu selama tiga hari berada di Mekkah dan hanya boleh membawa senjata yang biasa dibawa musafir, yaitu pedang yang disarungkan. Sementara pihak Quraisy tidak boleh menghalangi sedikitpun.
  2. Gencatan senjata antara kedua belah pihak selama sepuluh tahun.

  3. Siapa yang ingin bergabung dengan pihak Muhammad dan perjanjiannya, dia boleh melakukannya, begitu pula dengan pihak Quraisy .

  4. Kabilah manapun yang bergabung dengan salah satu pihak, maka kabilah itu menjadi bagian dari pihak tersebut. Dengan demikian penyerangan yang ditujukan kepada kabilah tertentu  dianggap sebagai penyerangan terhadap pihak yang bersangkutan dengannya.

  5. Siapapun orang Quraisy yang melarikan diri ke pihak Muhammad tanpa izin walinya, dia harus dikembalikan kepada pihak Quraisy. Dan siapapun dari pihak Muhammad yang melarikan diri ke pihak Quraisy, dia tidak boleh dikembalikan kepada Muhammad.

11.  Perundingan Khaibar

         Perundingan ini terjadi antara Rasulullah dengan Ibnu Abil Huqaiq pada Muharram 7 H di daerah Khaibar. Isi perundingannya adalah:
  1. Orang-orang Yahudi yang berada dalam benteng tidak dibunuh dan anak-anak tidak ditawan
  2. Mereka siap meninggalkan Khaibar dengan segenap keluarga, menyerahkan semua harta kekayaan Khaibar seperti tanah, emas, perak, kuda dan keledai, baju perang, kecuali pakaian-pakaian yang bisa dikenakan.

  3. Rasulullah melepaskan perlindungan dari Allah dan Rasul-Nya kepada mereka apabila mereka menyembunyikan sesuatu pun dari harta benda.

  4. Tetapi pada akhirnya, Rasulullah mempersilakan tanah Khaibar untuk diolah dan dikelola oleh Yahudi Khaibar dengan syarat sebagian hasil tanaman dan panen buahnya diserahkan kepada Rasulullah SAW.
  5. Tanah di Khaibar dibagi menjadi 36 kelompok, setiap kelompok dibagi menjadi 100 bagian sehingga ada 3600 bagian dan kaum muslimin mendapat separuhnya yaitu 1800 bagian, shahabat yang ditunjuk Rasulullah untuk membuat estimasi pembagian hasil pengolahan tanah ini adalah Abdullah bin Rawahah.
12.  Perundingan dengan Yahudi Fadak
          Perundingan ini terjadi antara Rasulullah dengan kaum Yahudi Fadak. Inti perjanjian ini adalah mereka sanggup menyerahkan separuh hasil Fadak, seperti kesediaan penduduk Khaibar, dan pembagian dari Fadak ini murni bagi Rasulullah karena kaum muslimin sama sekali tidak mengerahkan pasukan kuda atau pejalan kaki ke sana.

13.  Perundingan dengan Yahudi Taima’
          Perundingan ini terjadi antara Rasulullah dengan kaum Yahudi Taima’ yaitu Bani Adi. Yang bertugas menulis surat perjanjian ini adalah Khalid bin Sa’id. Perjanjian ini dituangkan dalam sebuah tulisan, yang isinya:
  “Inilah perjanjian Muhammad Rasul Allah dengan Bani Adi, bahwa mereka mendapat jaminan sebagai ahli dzimmah. Mereka harus menyerahkan jizyah, tidk ada permusuhan dan kepindahan ke tempat lain.”
14.  Perundingan dengan segolongan penduduk Ghathafan 
      Perundingan ini terjadi antara Rasulullah dengan segolongan penduduk Ghathafan ketika beliau tiba di suatu tempat yang disebut Nakl yang jaraknya perjalanan kaki dua hari dari Madinah. Perjalanan ini dalam rangka peperangan Dzatur Riqa’. Mereka melakukan perjanjian dengan Nabi dan menawarkan perdamaian sehingga tidak terjadi pertempuran.

15.  Perundingan dengan penduduk Ailah, Jarba’ dan Adruj 
       Ketika Rasulullah tiba  di Tabuk, beliau didatangi Yuhannah bin Ru’bah, pemimpin Ailah, menawarkan perjanjian damai dengan beliau dan siap menyerahkan jizyah kepada beliau. Begitu pula yang dilakukan penduduk Jarba’ dan Adruj.

         Beliau menulis selembar perjanjian yang kemudian mereka pegang. Untuk pemimpin Ailah , beliau menulis perjanjian sebagai berikut:
      “Bismillahirrahmaanirrahiim. Ini merupakan surat perjanjian dari Allah dan Muhammad, Nabi dan Rasul Allah, kepada Yuhannah bin Ru’bah dan penduduk Ailah. Perahu dan kendaraan mereka di daratan dan lautan berhak mendapatkan jaminan perlindungan Allah dan Muhammad Sang Nabi, juga berlaku bagi siapapun yang bersamanya dari penduduk Syam dan penduduk di sekitar pantai. Siapapun diantara mereka yang melanggar perjanjian, hartanya tidak akan dapat melindungi dirinya, yang berarti siapapun boleh mengambilnya. Mereka tidak boleh dirintangi untuk mengambil air yang biasa mereka ambil dan jalan mereka dilaut dan di darat tidaklah boleh dihalangi.”

16.  Perjanjian dengan utusan dari Tsaqif 
       Terjadi pada Ramadhan 9 H setelah Rasulullah pulang dari Tabuk.  Mereka mengajukan perjanjian sebagai berikut:
1.    Mereka diperkenankan melakukan zina.
2.    Mereka diperkenankan minum khamr.
3.    Mereka diperkenankan melakukan riba.
4.    Berhala mereka, Lata, dibiarkan saja.
5.    Mereka dibebaskan dari kewajiban shalat.
6.    Mereka tidak disuruh merobohkan patung-patung mereka.
        Tak satupun dari permintaan diatas yang dipenuhi Rasulullah, akhirnya mereka berdiskusi sendiri dan tidak ada jalan lain kecuali tunduk dan masuk Islam, akhirnya mereka masuk Islam. Mereka menyuruh orang lain untuk merobohkan berhala mereka, Lata, bukan dengan tangan kaum Tsaqif sendiri,  maka Rasulullah memenuhinya dan mengutus beberapa orang untuk menghancurkan Lata, dipimpin Khalid bin Al-Walid.

17.  Perjanjian dengan utusan dari Najran 
       Najran adalah daerah yang cukup luas berjarak tujuh marhalah dari Mekkah ke arah Yaman. Wilayah ini meliputi 73 dusun yang punya 100 ribu prajurit dibawah bendera agama nasrani. Pada tahun 9 H, sejumlah 60 orang utusan dari Najran datang ke Madinah, dua puluh empat termasuk bangsawan mereka  dan tiga orang yang termasuk pemimpin mereka. 

      Orang pertama berjuluk Al-Aqib, yang memegang roda pemerintahan, dan namanya adalah Abdul Masih. Orang kedua berjuluk As-Sayyid, yang memegang urusan oeradaban dan politik, namanya Al-Aiham atau Syurahbil. Orang ketiga bergelar Al-Usquf, yang memegang urusan agama dan kepemimpinan spiritual, namanya adalah Abu Haritsah bin Alqamah. Sekembalinya mereka ke Najran, para penulis sejarah menyebutkan bahwa As-Sayyid dan Al-Aqib masuk Islam.
Mereka sepakat untuk tunduk kepada Nabi dengan perjanjian berikut:
  1. Mereka sepakat membayar jizyah kepada Rasulullah sebesar 2000 hullah setiap tahunnya, 1000 pada bulan Rajab dan 1000 lagi pada bulan Shafar.
  2. Rasulullah memberikan perlindungan Allah dan Rasul-Nya kepada mereka,dan mereka diberi kebebasan mutlak untuk menjalankan agamanya.
  3. Mereka meminta agar beliau mengirimkan seorang penjaga keamanan di daerah mereka. Tugas ini diserahkan kepada Abu Ubaidah bin Al-Jarrah. Kemudian Nabi SAW mengutus Ali bin Abi Thalib untuk mengurusi sedekah dan jizyah mereka.
         Demikian perjanjian-perjanjian yang pernah dilakukan Rasulullah semasa hidupnya, mudah-mudahan bermanfaat, sekian.... Walhamdulillahirobbil ‘Alamin.......


Sukoharjo, 6 Dzulhijjah 1433 H
                     22 oktober 2012 M

Jam 22.30 WIB