~ “Maka pernahkah kau lihat orang yang menjadikan hawa nafsu sebagai
tuhannya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya (sesudah sampai
ilmu kepadanya), Allah kunci mati pendengaran dan hatinya dan Allah letakkan
tutupan pada penglihatannya? Maka siapakah yang dapat memberinya petunjuk
sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil
pelajaran?” [Q.S Al-Jatsiyah: 23]~
Medsos kita belakangan ini diramaikan kembali dengan isu
seputar ‘gay’, atau lebih lazim diganti dengan istilah ‘LGBT’. Para
liberalis yang mengaku-ngaku pembela HAM pun ikut-ikutan bersuara, menuntut
dilegalkannya pernikahan sejenis di Indonesia. Mereka berkiblat pada
negara-negara yang telah melegalkan same sex marriage. Kalau disana
bisa, kenapa Indonesia tidak ngikut saja.
Yang tak kalah menarik, tak begitu mengherankan memang,
Amerika yang dua dekade sebelumnya sangat tertutup terhadap isu-isu gay dan
lesbian, pada 4 Juli 2015 lalu berbalik 180 derajat, menjadi salah satu
penjamin keberlangsungan nafsu kaum gay dan lesbian ini. Fenomena ini tidak
terjadi serta merta begitu saja, gak ujug-ujug berubah. Ada skenario dan proses
yang tergarap di belakangnya dengan cerdas, culas.
Dibutuhkan fakta untuk meyakinkan masyarakat, untuk mengubah
kultur masyarakat. Dan yups, saat ini fakta bisa dengan mudah dibuat, bisa
direkayasa, dan sangat bisa diciptakan. (Tentu, di dalam islam cara seperti
ini tidak diaminkan). Nah, para liberalis ini sadar bahwa mereka harus
membuat fakta. Mereka berdiri dibalik slogan-slogan HAM untuk memuluskan kepentingan
mereka. Mula-mula, mereka menyebarkan pengaruhnya melalui tayangan televisi,
media massa, dan games. Lalu, sedikit demi sedikit mereka mulai berani
menampakkan diri. Salah satunya, Tim Cook, CEO-nya Apple, yang dengan bangganya
menyatakan dirinya seorang gay, diikuti New York Times yang dengan
‘istiqomah’ mengekspose pernikahan sesama jenis (same sex marriage). Dan
ini terus mereka jalankan dengan stuktur yang rapi dan sistematis. Hingga
lambat laun, gay dan lesbian dianggap sebagai kelompok yang wajar ada dalam
masyarakat. Inilah sebenarnya yang terjadi di banyak negara yang sudah
melegalkan pernikahan sejenis. Ini pula lah yang ingin dicapai para penggiat
LGBT di Indonesia. Wal iyadzu billah.
Dan yang lebih parah lagi, para liberalis sengaja membuat
seolah-olah penganut agama itu kolot, dan sekali lagi, dengan berlandaskan hak asasi manusia,
solah-seolah siapapun orangnya, kiranya belum afdhal, belum dianggap
bijak, jika belum mencampakkan agama.
Pengaku cerdik cendekia itu mengklaim sudah tidak zamannya lagi
berbicara berdasarkan teks-teks agama, itu tidak modern. Hanya mereka yang
sudah mampu berbicara tanpa sertakan islam lah yang dikatakan kaum cendekia,
selain itu tidak. Fobia terhadap islam
sengaja diciptakan dan dipelihara. Kebebasan semu yang tak jelas asasnya
digaung-gaungkan. Dan itu semua katanya atas dasar toleransi, toleransi yang
terlalu dipaksa-paksakan.
Seolah nasihat Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu
terngiang kembali di telinga, “Kebaikan yang tidak terstruktur kan tergilas
oleh kemungkaran yang sistematis.” Dan seolah pula, oleh karenanya Allah
ingatkan kita agar meneguhkan barisan dalam dakwah, agar tidak terjadi
kekacauan di bumi akibat ulah mereka, “Adapun orang-orang yang kafir,
sebagian mereka menjadi penanggung sebagian lain. Jika kamu (muslimin) tidak
melakukan diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi
dan kerusakan yang besar.” [Q.S Al-Anfal: 73]. Alhasil, jika benteng iman
yang kokoh tidak dibangun, hujjah dan alasan yang kuat tidak disiapkan, pasal
dan aturan tegas tidak dirumuskan, dan media massa tidak dikontrol sejak dini,
tidak menutup kemungkinan perilaku kaum Luth ini, suatu saat akan dianggap
wajar oleh generasi mendatang. Wal iyadzu billah.
~~~~~~~~~~~~~~~
Dalam islam, semua hal telah Allah atur dengan penuh
keelokan, anggun, dan sempurna. Telah tegas dan jelas pula, larangan untuk
berbuat liwath, yang merujuk pada amalan kaum luth, yaitu berhubungan seks
dengan sesama jenis. Allah menyebut pelaku liwath (LGBT) ini dengan sebutan ‘aaduun,
orang yang kelewat batas. Akibat laku-laku mereka yang menyalahi aturan Allah.
Perhatikan ayat berikut, “Mengapa kamu mendatangi jenis lelaki diantara
manusia, dan kamu campakkan istri-istri yang Rabb-mu jadikan untukmu, bahkan
kamu adalah orang-orang yang kelewat batas." [Q.S Asy-Su’ara`:
165-166].
Allah juga menyebut kaum luth dengan sebutan ‘qoumun
tajhaluun’, kaum yang pandir, bodoh. Akibat tidak mengenal hak Allah atas
mereka, dan bermaksiat kepada rasul. Perhatikan ayat berikut, "Mengapa kamu
mendatangi laki-laki untuk (memenuhi) nafsu(mu), bukan (mendatangi) wanita?
Sebenarnya kamu adalah kaum yang pandir". [Q.S An-Naml: 55].
Allah juga menyebut kaum luth dengan sebutan yang ‘tak
berakal’ secara implisit, karena
walaupun sudah ditawarkan kepada mereka puteri-puteri Luth ‘alaihissalam yang suci untuk dinikahi, mereka
tetap menolak. “Dan datanglah kepadanya (Luth alaihissalam) kaumnya dengan
bersigegas. Dan sejak dahulu, mereka selalu mengerjakan laku-laku keji. Luth
berkata: "Hai kaumku, inilah para puteriku, mereka lebih suci bagimu, maka
bertakwalah kepada Allah dan jangan kamu mencemarkan (nama)ku terhadap tamuku
ini. Tiadakah diantaramu seorang yang berakal?" [Q.S Hud: 78].
Perbuatan liwath (LGBT) dalam islam termasuk salah satu dosa
besar. Imam Adz-Dzahabi rahimahullah memasukkannya dalam urutan dosa
besar ke-11 dalam Al-Kabaair nya. Nah, ada sesuatu yang cukup menarik
untuk kita jadikan perhatian, terutama para lelaki agar tidak terjebak pada
perbuatan liwath, wal iyadzu billah.
Para ulama’ ternyata melarang keras seeorang untuk
memandangi, dan berduaan dengan pemuda amrad. Siapakah gerangan pemuda amrad?
Mereka adalah pemuda yang belum tumbuh kumis, cambang, dan jenggotnya. Lalu,
mengapakah begitu? “Diantara para pemuda amrad itu,” kata imam
Adz-Dzahabi, “..ada yang ketampananannya jauh melebihi kecantikan seorang
wanita. Maka fitnahnya pun lebih besar, bersebab ada kejahatan yang bisa
dilakukan dengannya yang tidak bisa dilakukan kepada wanita. Juga, ada
kejahatan yang lebih mudah dilakukan berhubungan dengannya dibandingkan
berhubungan dengan wanita.”
Dalam keseharian pun, kita akan lebih mudak tertarik
berhubungan dan berinteraksi dengan laki-laki berpenampilan menarik, berparas
menawan, berkulit bening, rambut tersisir rapi, dengan harum-haruman dan
wewangian tercium darinya, dan seterusnya. Ini dari sudut padang laki-laki lho
ya, Hehe.. Apalagi dari penilaian dan sudut pandang seorang wanita. Lebih
menarik lagi tentunya! Hehe..
Oleh karenanya, sebagian tabi’in sampai mengatakan, “Tiada
yang lebih kukhawatirkan pada seorang pemuda ahli ibadah, termasuk binatang
buas sekalipun, selain pemuda ‘amrad yang mendatanginya.” Hal ini
disebabkan fitnahnya yang jauh lebih besar daripada wanita.
Dikisahkan, suatu waktu, Sufyan ats-Tsauri masuk ke pemandian
umum. Tetiba saja, masuklah seorang anak berwajah tampan. Sufyan lalu berkata,
“Keluarkan ia dari sini. Sungguh, aku melihat bersama setiap wanita itu ada
satu setan, namun aku lihat bersama setiap pemuda tampan itu ada belasan setan.”
Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah, yang terkenal dengan keshalihannya,
pernah didatangi seorang lelaki, dan bersamanya ada seorang pemuda tampan.
Melihat hal itu, Imam Ahmad bertanya, “Apa hubunganmu dengannya?” “Ia keponakan
saya”, lalu kata beliau, “Lain kali, jangan kesini bersamanya, juga jangan
berjalan di muka umum bersamanya supaya orang yang tidak mengenalmu atau
mengenal dirinya tidak berprasangka buruk kepadamu!”
Itulah nasihat yang diberikan oleh para pendahulu kita yang
sholih, khususnya bagi kaum lelaki. Ya, hati-hati dengan pemuda amrad, karena
sekali lagi, terkadang fitnah mereka jauh lebih besar daripada seorang wanita.
Tentu, bukan berarti kemudian dibolehkan berkhalwat, berduaan, dengan wanita
yang bukan mahrom, Bukan, bukan.. karena tentu saja fitnahnya juga sangat
besar. Wal iyadzu billah, kita bermohon perlindungan kepada Allah.
Memang, nafsu syahwat selalu mengajak kepada perbuatan
tercela. Tapi bersabar menahan nafsu itulah yang lebih utama. Dalam islam, zina
dan liwath termasuk dosa besar. Dan
Allah berikan jaminan yang sangat menentramkan ketika kita mampu menjauh
darinya, “Jika kamu jauhi dosa-dosa besar yang terlarang bagimu
melakukannya, niscaya Kami hapuskan dosa-dosamu yang kecil, dan Kami masukkan
kamu ke tempat yang mulia (surga).” [Q.S An-Nisa’: 31]. Jadi, Allah berikan
penegasan, jika kita jauhi dosa-dosa besar, Allah akan tutupi dan hapuskan
kesalahan-kesalahan kita. Alangkah nikmatnya!
Terakhir, supaya tidak terperosok ke dalam perbuatan liwath ini, maka sudah merupakan suatu keniscayaan bagi kita untuk terus belajar,
berkumpul bersama dan mengais ilmu dari para shalihin shalihat, Ada satu
nasihat baik dari Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu yang patut kita renungi,
“Jadilah kau ‘Alim (orang yang berilmu), atau muta’allim (orang
yang belajar), atau mustami’ (orang yang mendengarkan ilmu), atau muhibb
(orang yang mencintai ilmu), dan jangan menjadi orang kelima, sehingga kau
celaka.” Wallahu A'lam bish Shawab.
"Lan tashluha haadzihil ummah illa bimaa sholuha bihii awwaluhaa" 'Generasi
akhir ummat ini tidak akan menjadi baik, melainkan dengan mengikuti konsep dan
metode yang menjadikan ummat terdahulu baik.' [Imam Malik bin Anas rahimahullah]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar